Pantau Flash
HOME  ⁄  Nasional

Abdul Hakim Bafagih Soroti Kebocoran Gula Rafinasi yang Rugikan Petani Tebu

Oleh Shila Glorya
SHARE   :

Abdul Hakim Bafagih Soroti Kebocoran Gula Rafinasi yang Rugikan Petani Tebu
Foto: Anggota Komisi VI DPR RI, Abdul Hakim Bafagih (sumber: DPR RI)

Pantau - Anggota Komisi VI DPR RI, Abdul Hakim Bafagih, menyoroti persoalan tata niaga gula nasional yang dinilai merugikan petani tebu akibat adanya kebocoran distribusi gula rafinasi ke pasar konsumsi.

Kebocoran Distribusi Gula Rafinasi

Menurut Abdul Hakim, indikasi kuat menunjukkan bahwa gula rafinasi yang seharusnya digunakan untuk kebutuhan industri justru bocor ke pasar konsumsi.

"Indikasinya ada rembesan gula rafinasi yang seharusnya diperuntukkan bagi industri, tetapi malah bocor ke pasar konsumsi. Hal ini jelas merugikan petani karena produk lokal tidak terserap optimal," ungkapnya kepada Parlementaria usai Kunjungan Kerja Reses dalam rangka Perkembangan Industri Gula dan Ketahanan Pangan di Kantor Sinergi Gula Nusantara (SGN), Surabaya, Jawa Timur, Jumat (2/10/2025).

Ia menilai Kementerian Perdagangan telah berupaya memitigasi persoalan tersebut, namun akar masalah perlu dikaji lebih dalam, terutama terkait peran perusahaan negara seperti PTPN III dan PT Rajawali.

"Kalau PTPN dan Rajawali bisa mengoptimalkan kapasitas produksinya, otomatis serapan hasil pertanian tebu dari petani juga meningkat. Jadi problem ini bisa diminimalisir," ujarnya.

Abdul Hakim juga menyoroti pentingnya transparansi dalam sistem rendemen atau hasil gula dari proses tebu. Transparansi tersebut, menurutnya, penting agar petani mengetahui nilai hasil panennya dan dapat merencanakan penanaman berikutnya dengan lebih baik.

Selain itu, ia mengusulkan adanya skema pembiayaan supply chain financing untuk membantu petani yang mengalami kesulitan modal. Dalam skema ini, kontrak atau Delivery Order (DO) dari pabrik gula dapat dijadikan jaminan ke perbankan, sehingga petani dapat mengakses Kredit Usaha Rakyat (KUR) atau pembiayaan lainnya untuk menanam kembali tebu.

Dorongan Optimalisasi Produksi dan Pengawasan Impor

Abdul Hakim juga menyinggung mekanisme impor gula yang selama ini digunakan untuk menutupi kekurangan pasokan nasional. Kebutuhan gula konsumsi nasional mencapai sekitar 2,8 juta ton per tahun, sementara produksi dalam negeri baru sekitar 2,5 juta ton.

Kekurangan tersebut biasanya dipenuhi melalui impor, namun Abdul Hakim menegaskan bahwa impor bukanlah solusi utama.

"Kalau optimalisasi aset PTPN dan Rajawali berhasil, otomatis produksi meningkat. Mitra petani yang bisa digandeng juga akan bertambah banyak, sehingga kebutuhan nasional bisa tercukupi bahkan tidak menutup kemungkinan kita bisa ekspor gula," tegasnya.

Selain meningkatkan produksi, ia menekankan pentingnya edukasi pola konsumsi masyarakat.

"Kita perlu mendorong gaya hidup sehat. Kalau konsumsi gula masyarakat bisa ditekan, maka angka kebutuhan nasional bisa lebih realistis, tidak selalu 2,8 juta ton seperti yang diasumsikan selama ini," katanya.

Lebih lanjut, Abdul Hakim meminta pemerintah untuk lebih tegas dalam mengawasi tata niaga gula nasional. Jika ditemukan indikasi rembesan gula rafinasi ke pasar konsumsi, perusahaan terkait harus dicatat dan diberi sanksi.

Catatan pelanggaran tersebut, menurutnya, perlu dijadikan bahan evaluasi saat perusahaan kembali mengajukan izin impor.

"Selama ini kalau ada kesalahan, Kementerian Perdagangan yang disalahkan. Padahal mereka hanya di hilir. Karena itu, koordinasi antar kementerian harus lebih kuat supaya masalah gula ini tidak terus berulang," tutupnya.

Ia menegaskan pentingnya koordinasi lintas kementerian untuk memperbaiki tata niaga gula nasional dan melindungi kepentingan petani tebu.

Penulis :
Shila Glorya