
Pantau - DPR RI secara resmi membentuk Panitia Khusus (Pansus) Penyelesaian Konflik Agraria dalam Rapat Paripurna DPR RI pada Kamis, 2 Oktober 2025.
Pembentukan Pansus ini menjadi langkah strategis DPR RI untuk menyelesaikan berbagai konflik lahan dan agraria yang melibatkan masyarakat, korporasi, dan negara di berbagai wilayah Indonesia.
Komitmen DPR Hadirkan Solusi Konkret
Wakil Ketua Komisi XIII DPR RI Sugiat Santoso menyambut baik pembentukan Pansus tersebut dan menegaskan bahwa lembaga ini akan menjadi ruang kerja lintas fraksi untuk merumuskan solusi konkret terhadap beragam konflik agraria yang telah menahun, termasuk di kawasan Danau Toba, Sumatera Utara.
Ia menyatakan, "Kita berharap, ketika nanti Pansus sudah bekerja, semua persoalan konflik agraria yang melibatkan rakyat dengan korporasi maupun dengan negara dapat ditemukan solusinya bersama. Kalau memang rakyat harus dimenangkan, maka itu harus dimenangkan. Kebenaran dan keadilan dalam konflik agraria nanti ditentukan melalui mekanisme yang taktis dan objektif."
Komisi XIII DPR RI akan berperan aktif mendukung kerja Pansus, terutama dalam fungsi pengawasan dan koordinasi dengan kementerian serta lembaga terkait seperti Kementerian ATR/BPN, Kementerian Hukum dan HAM, serta Komnas HAM.
Pembentukan Pansus ini dinilai sebagai wujud nyata komitmen DPR RI untuk menghadirkan keadilan sosial dan perlindungan hak asasi bagi rakyat kecil.
Bongkar Akar Masalah Agraria
Anggota Komisi XIII DPR RI Muslim Ayub menilai bahwa Pansus ini merupakan langkah penting untuk membongkar akar persoalan agraria yang selama ini terselubung di balik praktik perizinan dan hubungan korporasi dengan aparat penegak hukum.
"Selama ini banyak korporasi yang mendapatkan izin dari aparat berwenang justru menjadi sumber konflik agraria. Banyak tanah masyarakat diambil dengan cara intimidasi, bahkan melibatkan oknum aparat. Karena itu, Pansus ini penting agar DPR bisa melihat lebih dekat apa yang sebenarnya terjadi di lapangan," ungkapnya.
Muslim menambahkan bahwa Pansus Penyelesaian Konflik Agraria terdiri dari perwakilan seluruh fraksi di DPR RI, sehingga memiliki legitimasi politik yang kuat untuk menelusuri konflik di berbagai provinsi — mulai dari wilayah perkebunan di Sumatera hingga pertambangan di Kalimantan dan Sulawesi.
Ia menegaskan, "Sebagai wakil rakyat, kami ingin memastikan hasil kerja Pansus ini bisa menjadi dasar pendistribusian lahan dan penataan ulang kebijakan agraria nasional yang lebih adil dan berpihak pada rakyat."
Tindak Lanjut di Lapangan
Anggota Komisi XIII DPR RI Maruli Siahaan turut menyampaikan optimisme terhadap pembentukan Pansus ini.
"Saya optimis Pansus bisa menyelesaikan persoalan agraria, asalkan semua pihak menahan emosi. Komisi XIII baru beberapa hari bekerja langsung turun ke lapangan untuk melihat fakta di daerah, itu bukti keseriusan kami," ujarnya.
Dalam kunjungan kerja Komisi XIII DPR RI ke Sumatera Utara pada 3 Oktober 2025, DPR menemukan indikasi pelanggaran HAM dalam konflik agraria di wilayah konsesi PT. Toba Pulp Lestari (TPL).
Komisi XIII kemudian merekomendasikan pembentukan Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) dan menegaskan pentingnya membawa kasus tersebut ke Pansus Penyelesaian Konflik Agraria DPR RI untuk penanganan yang komprehensif.
Berdasarkan data dari TOR Kunjungan Kerja Komisi XIII DPR RI, konflik agraria di Sumatera Utara mencapai 33 kasus dengan total luas 34.000 hektare, yang mayoritas terkait klaim tumpang tindih antara masyarakat adat, korporasi, dan pemerintah daerah.
Dengan disahkannya Pansus ini, DPR RI menegaskan komitmennya untuk menyelesaikan konflik agraria secara adil, transparan, dan berlandaskan konstitusi.
DPR RI memastikan hak-hak rakyat atas tanah dan lingkungan hidup terlindungi oleh hukum.
- Penulis :
- Shila Glorya