
Pantau - Pemerintah Provinsi Jawa Barat akan menempatkan Aparatur Sipil Negara (ASN) sebagai tenaga Tata Usaha (TU) di SMA dan SMK mulai Januari 2026, sebagai langkah efisiensi akibat turunnya dana transfer dari pemerintah pusat.
Kebijakan Efisiensi Akibat Penurunan Dana Transfer
Gubernur Jawa Barat Dedi Mulyadi menyampaikan kebijakan tersebut saat berada di Markas Kodam III Siliwangi Bandung, Minggu, 5 Oktober 2025.
Kebijakan ini merupakan dampak dari berkurangnya dana transfer dari pemerintah pusat ke Jawa Barat pada tahun 2026, yang menyebabkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) provinsi turun dari Rp31,1 triliun menjadi Rp28,6 triliun.
Penurunan tersebut terjadi pada beberapa pos anggaran, antara lain Dana Bagi Hasil (DBH) dari Rp2,2 triliun menjadi Rp843 miliar, Dana Alokasi Umum (DAU) dari Rp4 triliun menjadi Rp3,3 triliun, Dana Alokasi Khusus (DAK) fisik sebesar Rp276 miliar dihapus, serta DAK nonfisik untuk BOS yang turun dari Rp4,8 triliun menjadi Rp4,7 triliun.
Saat menjawab pertanyaan terkait kemungkinan penerapan work from home (WFH) bagi ASN karena penurunan dana transfer, Dedi menjelaskan bahwa Pemprov akan memaksimalkan potensi ASN melalui penugasan baru di sekolah.
“Hari ini saya meminta kepala badan kepegawaian untuk mengkaji begini, pegawai-pegawai yang di OPD-nya tidak punya peran strategis, produktif, itu akan diarahkan untuk menjadi tenaga tata usaha di SMA, SMK,” ungkapnya.
ASN Ditempatkan Langsung di Sekolah Mulai Januari 2026
Dedi menuturkan bahwa langkah tersebut bertujuan agar para kepala sekolah lebih mudah mengelola dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) karena dibantu oleh tenaga administrasi dari ASN.
“Sehingga jumlah pegawai yang masuk kerja, dalam setiap hari mengalami pengurangan, sehingga beban listrik menjadi turun,” ujarnya.
Ia juga menambahkan bahwa efisiensi anggaran listrik akan dilakukan dengan penggunaan meteran listrik di seluruh wilayah Jawa Barat.
Dedi meyakini kebijakan ini dapat menekan biaya pengeluaran pemerintah daerah dan memastikan kinerja pelayanan publik tetap berjalan efektif.
“Jadi langsung SK-nya di sekolah, diperbantukan. Daripada numpuk di kantor enggak ada kerjaan. Kan banyak ASN ini yang tidak kebagian job. Ya sudah, termasuk PPPK, simpan di situ aja,” jelasnya.
Terkait kemungkinan ASN kembali ke OPD asalnya, Dedi mengatakan hal tersebut tergantung pada jenjang karier masing-masing ASN.
“Iya, tergantung perjenjangan karir, enggak ada masalah kalau itu. Tetapi yang paling utama adalah tugas-tugas sekolah bisa selesai. Jadi jangan sampai satu sisi enggak ada pekerjaan, di sisi lain terlalu banyak pekerjaan,” tegasnya.
Dedi memastikan bahwa kebijakan ini tidak hanya mengoptimalkan kinerja ASN, tetapi juga membantu sekolah dalam urusan administrasi agar pelayanan pendidikan tetap efektif meskipun terjadi penurunan anggaran daerah.
- Penulis :
- Leon Weldrick