billboard mobile
FLOII Event 2025 - Paralax
ads
Pantau Flash
HOME  ⁄  Nasional

Ketua Komisi XIII DPR RI Serius Dorong Revisi UU Sistem Perbukuan demi Perkuat Literasi Nasional

Oleh Arian Mesa
SHARE   :

Ketua Komisi XIII DPR RI Serius Dorong Revisi UU Sistem Perbukuan demi Perkuat Literasi Nasional
Foto: Ketua Komisi XIII DPR RI Willy Aditya (sumber: DPR RI)

Pantau - Ketua Komisi XIII DPR RI, Willy Aditya, menyatakan komitmennya untuk mendorong revisi Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2017 tentang Sistem Perbukuan demi memperkuat ekosistem literasi nasional.

Ia menegaskan bahwa niat untuk memperbaiki regulasi tersebut sudah muncul sejak periode sebelumnya, namun terhambat karena fokus Badan Legislasi DPR saat itu masih tertuju pada pembahasan RUU PPRT, RUU Masyarakat Hukum Adat, dan RUU Pendidikan Kedokteran.

"Ini sebenarnya barang lama, saya sudah menjadikan ini niatan dari awal, cuman waktu di Baleg periode kemarin enggak sempat, karena fokus pada RUU PPRT, RUU Masyarakat Hukum Adat dan RUU Pendidikan Kedokteran. Barulah periode 2024-2029 ini karena sudah tidak di Baleg, sekarang di Komisi XIII, ini saya seriusin," ungkapnya.

Kritik terhadap UU Sistem Perbukuan dan Kondisi Penulis

Willy menyoroti adanya dikotomi dalam UU 3/2017 yang membedakan antara buku diktat sekolah dengan buku umum, yang menurutnya menyebabkan ketimpangan dalam alokasi subsidi.

"Hal paling fundamental adalah di dalam UU 3/2017 itu mendikotomikan antara buku diktat sekolah sama buku umum, sehingga alokasi subsidi fokus itu hanya pada diktat sekolah. Nah, buku yang umum tidak dapatkan perhatian yang selayaknya. Konteks inilah kemudian bahwa semua buku itu adalah materi pembelajaran, semua buku itu adalah sumber ilmu pengetahuan," ia menjelaskan.

Selain itu, ia juga mengungkapkan sejumlah persoalan yang membelit ekosistem perbukuan nasional, seperti rendahnya honor penulis, biaya distribusi yang tinggi, serta beban pajak yang memberatkan industri penerbitan.

"Penulis itu paling top Pramoedya itu paling dapat cuma 15 persen tapi yang lain-lain ya 7 persen rata-rata. Bisa bandingin dengan penulis di Barat, pengarang Harry Potter JK Rowling itu kaya naudzubillah. Di kita, habis itu hanya untuk distribusi, 50-60 persen habis untuk distribusi," katanya.

Ia menambahkan bahwa tingginya pajak dalam industri buku turut memperburuk kondisi, termasuk PPN 11 persen untuk buku dan pajak kertas yang mencapai lebih dari 20 persen.

"Yang paling gila dari proses ini adalah pajak kertas. Kertas-kertas itu dipajakin 22 persen," tegasnya.

Rencana Revisi dan Dukungan Presiden

Revisi UU Sistem Perbukuan akan difokuskan pada beberapa poin krusial, seperti skema subsidi, kebijakan afirmatif, kebijakan harga dan pajak kertas, kenaikan fee penulis, serta distribusi buku yang lebih efisien.

Willy juga menekankan bahwa Indonesia memiliki sejarah literasi yang kuat dan patut dibanggakan.

"Kalau kita belajar dari sejarah kita, kita enggak jelek-jelek amat juga. Ini bangsa hebat. Sumatera Tengah di awal abad 20 itu sudah menjadi pengekspor buku. Kota Padang Panjang yang kecil itu aja ada 8 penerbit. Buya Hamka kawin itu dari honor menulis," ujarnya.

Ia optimistis bahwa upaya revisi ini akan mendapat dukungan dari Presiden Prabowo Subianto.

"Kalau saya yakin, karena Pak Prabowo itu orang yang komit terhadap literasi. Kenapa, ini amanat konstitusi mencerdaskan kehidupan bangsa, dan ini instrumennya. Kalau enggak, masa kita mengalami declining IQ secara serius, apalagi sekarang hoaks luar biasa," katanya.

Revisi UU Sistem Perbukuan telah masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) prioritas tahun 2026.

Willy menargetkan agar RUU ini dapat ditetapkan sebagai usul inisiatif DPR sebelum akhir tahun 2025.

Penulis :
Arian Mesa