
Pantau - Satuan Tugas Penertiban Kawasan Hutan (Satgas PKH) bersama Kejaksaan Agung menyita 12.000 meter kubik kayu meranti ilegal yang diduga berasal dari praktik pembalakan liar terorganisir di Hutan Sipora, Kepulauan Mentawai, Sumatera Barat.
Kayu bulat ilegal tersebut diangkut menggunakan kapal tongkang Kencana Sanjaya & B dan tugboat Jenebora I, yang kemudian diamankan di Pelabuhan Gresik, Jawa Timur.
Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejaksaan Agung, Anang Supriatna, mengungkapkan hal ini dalam konferensi pers di Gedung Kejaksaan Agung pada Selasa.
"Dari hasil pengembangan, ternyata barang (kayu ilegal) ini berasal dari Hutan Sipora, Kepulauan Mentawai, Sumatera Barat," ungkapnya.
Modus Pemalsuan Dokumen dan Penebangan Ilegal di 730 Hektare
Kasus ini merupakan hasil pengembangan dari operasi sebelumnya yang dilakukan di kawasan Hutan Sipora dan mengungkap adanya praktik pembalakan liar yang terstruktur.
Modus operandi yang digunakan oleh pelaku adalah dengan memalsukan dokumen legalitas kayu melalui pemanfaatan dokumen dari Pemilik Hak Atas Tanah (PHAT).
"Yang legalitas dari PHAT kurang lebih 140 hektare. Ternyata dari hasil ini, hampir dari tanah Hutan Sipora, hampir 730 hektare itu menebang di wilayah yang tidak ada izinnya," ia mengungkapkan.
Praktik ilegal ini melibatkan perusahaan PT BRN yang bergerak di bidang kayu serta seorang individu berinisial IM.
Kayu hasil kejahatan tersebut dijual ke PT HLMP yang berlokasi di Gresik dan juga kepada seorang pengusaha di Jepara, Jawa Tengah.
Penjualan kayu berlangsung selama periode Juli hingga Oktober 2025, dengan total volume mencapai 12.000 meter kubik.
"Ini kayu meranti. Kayunya itu besar-besar yang menurut dari Dinas Kehutanan, untuk masa tanam itu selama sekitar 50 tahun ke atas," jelas Anang.
Tersangka Korporasi dan Kerugian Negara Capai Rp239 Miliar
Direktorat Jenderal Penegakan Hukum (Ditjen Gakkum) Kementerian Kehutanan bersama Kejaksaan Agung saat ini tengah menangani kasus ini.
PT BRN telah ditetapkan sebagai tersangka korporasi, sementara IM sebagai tersangka perorangan.
Jaksa Agung ST Burhanuddin yang juga menjabat sebagai Pengarah Satgas PKH menegaskan bahwa pembalakan liar ini telah berlangsung sejak tahun 2023 hingga 2025.
"Penebangan liar ini bukan hanya persoalan pelanggaran administratif atau perizinan, tetapi telah menyentuh ranah pidana yang berdampak serius terhadap lingkungan hidup dan keberlanjutan sumber daya hutan negara," tegas Burhanuddin.
Para pelaku dijerat dengan Undang-Undang Kehutanan dan Undang-Undang Pencegahan Perusakan Hutan, dengan ancaman hukuman maksimal 15 tahun penjara dan denda hingga Rp15 miliar.
Kerugian negara akibat pembalakan liar ini diperkirakan mencapai Rp239 miliar, yang terdiri dari kerugian ekosistem sebesar Rp198 miliar dan nilai ekonomi kayu sebesar Rp41 miliar.
Anang menyatakan proses penyidikan masih terus berjalan dan tidak menutup kemungkinan adanya tersangka baru.
Satgas PKH berkomitmen untuk mengusut tuntas kasus ini hingga ke akar-akarnya.
- Penulis :
- Leon Weldrick