billboard mobile
FLOII Event 2025 - Paralax
ads
Pantau Flash
HOME  ⁄  Nasional

LPSK Desak Masuk Sistem Peradilan Pidana Terpadu dan Dorong Keadilan Merata bagi Korban

Oleh Leon Weldrick
SHARE   :

LPSK Desak Masuk Sistem Peradilan Pidana Terpadu dan Dorong Keadilan Merata bagi Korban
Foto: Wakil Ketua LPSK Wawan Fahrudin usai wawancara khusus dengan ANTARA di ANTARA Heritage Center, Jakarta, Selasa 14/10/2025 (sumber: ANTARA/Fath Putra Mulya)

Pantau - Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) mendesak agar diintegrasikan ke dalam sistem peradilan pidana terpadu seiring dengan pembahasan revisi Undang-Undang Nomor 31 Tahun 2014 tentang Perlindungan Saksi dan Korban (PSDK).

LPSK Ingin Masuk Sistem Peradilan Terpadu

Wakil Ketua LPSK, Wawan Fahrudin, menyampaikan hal ini dalam wawancara khusus bersama ANTARA di Jakarta pada hari Selasa.

Ia menjelaskan bahwa sistem peradilan pidana di Indonesia saat ini hanya mencakup aparat penegak hukum seperti kepolisian, kejaksaan, pengadilan, dan lembaga pemasyarakatan, sementara LPSK masih berada di luar sistem tersebut.

"Idealnya, LPSK ini menjadi satu kesatuan sistem dalam sistem keadilan pidana. Jadi tidak hanya kepolisian, kejaksaan, pengadilan, dan pemasyarakatan, tetapi juga ada perlindungan saksi dan korban di dalamnya," ungkapnya.

Wawan juga menilai bahwa sistem peradilan pidana di Indonesia masih lebih berpihak kepada pelaku kejahatan.

Ia menyatakan bahwa keberadaan LPSK telah membantu mengubah paradigma tersebut menjadi lebih berorientasi pada korban.

Masuknya LPSK ke dalam sistem peradilan pidana terpadu dinilai sebagai langkah penguatan kelembagaan yang diharapkan terakomodasi dalam revisi UU PSDK.

Usulan Penguatan LPSK di Daerah dan Restitusi Korban

Selain itu, LPSK juga mengusulkan agar dalam revisi UU tersebut dicantumkan norma pasal yang mewajibkan pembangunan kantor wilayah LPSK di seluruh Indonesia.

"Sampai hari ini, 17 tahun LPSK baru punya lima kantor perwakilan. Harapannya supaya ada pasal yang menyebutkan pendirian kantor perwakilan itu sifatnya wajib di tingkat provinsi dan dapat dibentuk di kabupaten/kota sehingga akses keadilan itu bisa merata di semua daerah," ia mengungkapkan.

LPSK turut mendorong pemaksimalan penggunaan dana pemulihan untuk korban tindak pidana, tidak terbatas hanya pada korban tindak pidana kekerasan seksual (TPKS).

Wawan mencontohkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 24 Tahun 2025 tentang Penanganan Secara Khusus dan Pemberian Penghargaan bagi Saksi Pelaku sebagai mekanisme yang dapat diterapkan lebih luas.

PP tersebut mengatur penyitaan aset pelaku apabila restitusi yang dihitung oleh LPSK tidak dapat dibayar secara penuh.

Ketika aset pelaku yang disita tidak mencukupi, mekanisme restitusi kurang bayar akan diterapkan.

"Restitusi kurang bayar ini yang kemudian akan menjadi kompensasi yang dibayarkan pemerintah kepada korban. Mekanisme ini, menurut kami, bisa juga dilakukan di tindak pidana yang lain, bukan hanya TPKS," ungkap Wawan.

Penulis :
Leon Weldrick