billboard mobile
Pantau Flash
HOME  ⁄  Nasional

Santri dan Semangat Perubahan: Dari Bilik Pesantren Menuju Panggung Kebangsaan

Oleh Ahmad Yusuf
SHARE   :

Santri dan Semangat Perubahan: Dari Bilik Pesantren Menuju Panggung Kebangsaan
Foto: Santri dan Semangat Perubahan: Dari Bilik Pesantren Menuju Panggung Kebangsaan

Pantau - Di tengah stereotip lama yang masih melekat, santri terus membuktikan perannya dalam membentuk Indonesia yang merdeka, modern, dan bermartabat.

Hingga kini, masih ada anggapan bahwa santri identik dengan kekolotan, kampungan, dan ketinggalan zaman.

Sebagian orang masih memandang santri sebagai sosok bersarung yang tinggal di pondok sederhana dan terisolasi dari kehidupan modern.

Padahal, di balik kesederhanaan tersebut, santri menyimpan daya juang dan semangat nasionalisme yang telah ada jauh sebelum Republik Indonesia berdiri.

Dari Pesantren ke Medan Perjuangan

Santri sejak awal berada di garda depan dalam menjaga jiwa bangsa.

Gerakan santri telah aktif bahkan sebelum proklamasi kemerdekaan Indonesia dikumandangkan.

Mereka lahir dari lingkungan pesantren yang bersahaja: bilik bambu, lampu minyak, kitab kuning, dan lantunan ayat suci yang terdengar hingga dini hari.

Di tempat inilah nilai-nilai keikhlasan, kesederhanaan, serta kecintaan terhadap tanah air ditanamkan secara kuat.

Pesantren tidak hanya mengajarkan ilmu agama, tetapi juga membentuk karakter yang damai, tangguh, dan siap berkorban demi bangsa.

Dari pesantren lahir generasi pemberani yang melawan penjajah dengan kekuatan spiritual dan moral yang tinggi.

Sebelum Indonesia merdeka, semangat kemerdekaan sudah dinyalakan oleh para santri dan ulama.

Tokoh-tokoh seperti KH Hasyim Asy’ari, KH Wahid Hasyim, KH Ahmad Dahlan, dan KH Zainul Arifin menjadi contoh konkret peran penting santri, baik dalam bidang keagamaan maupun dalam perjuangan bangsa.

Resolusi Jihad pada 22 Oktober 1945 di Surabaya bukan sekadar seruan keagamaan, tetapi panggilan suci untuk mempertahankan tanah air dari penjajah.

Dari pesantren, lahir semangat Hubbul wathan minal iman (cinta tanah air adalah bagian dari iman) yang menjadi fondasi nasionalisme religius Indonesia.

Santri tidak hanya memegang kitab suci, tetapi juga ikut mengangkat senjata, menyiapkan logistik, menjadi kurir, perawat, bahkan penyebar kabar perjuangan.

Mereka bergerak bukan demi pangkat atau imbalan, tetapi karena panggilan jiwa.

Sejarah mencatat, pesantren tak pernah lepas dari denyut perjuangan kebangsaan.

Pesantren menjadi ruang perlawanan terhadap kolonialisme dan tempat pembentukan manusia merdeka—baik secara politik maupun spiritual.

Santri di Dunia Modern: Tetap Relevan, Tetap Berkarya

Setelah kemerdekaan, peran santri sempat dianggap mulai tersisih oleh arus modernisasi.

Pesantren dianggap tidak relevan, dan santri dicap tidak marketable atau tidak memiliki keterampilan yang sesuai kebutuhan zaman.

Namun, anggapan itu perlahan memudar, meskipun belum sepenuhnya hilang.

Faktanya, banyak santri yang berkontribusi besar dalam pembangunan Indonesia modern.

Beberapa tokoh nasional yang berasal dari lingkungan pesantren di antaranya:

  • KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur): tokoh kemanusiaan dan pemikir besar yang menjembatani pesantren dan wacana global.
  • KH Mustofa Bisri (Gus Mus): menyejukkan masyarakat melalui sastra dan kelembutan bahasa.
  • Mahfud MD: membuktikan bahwa santri bisa menjadi penjaga konstitusi dan penegak hukum.
  • Haedar Nashir, Din Syamsuddin, Said Aqil Siradj: memimpin organisasi besar Islam dan mendorong pembaruan pemikiran Islam yang moderat.

Kini, santri juga aktif di berbagai lini baru:

  • Ada yang menjadi pengembang teknologi digital, programmer, dan inovator sosial.
  • Beberapa alumni pesantren mendirikan start-up berbasis pendidikan dan dakwah digital.
  • Media sosial digunakan sebagai sarana untuk menyebarkan pengetahuan dan pesan-pesan kebaikan.

Di dunia olahraga, santri juga tak ketinggalan:

  • Pemain Timnas Indonesia seperti Evan Dimas Darmono dan Asnawi Mangkualam Bahar adalah contoh santri yang turut membanggakan bangsa lewat lapangan hijau.
  • Semua pencapaian ini menunjukkan bahwa citra santri sebagai sosok "kampungan" kini telah bergeser menuju rasa hormat, pengakuan, dan kebanggaan nasional.
Penulis :
Ahmad Yusuf