billboard mobile
Pantau Flash
HOME  ⁄  Nasional

DPR Siap Tindaklanjuti Putusan MK soal Pengawasan ASN, Revisi UU Didorong Komprehensif

Oleh Ahmad Yusuf
SHARE   :

DPR Siap Tindaklanjuti Putusan MK soal Pengawasan ASN, Revisi UU Didorong Komprehensif
Foto: (Sumber: Wakil Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR RI Ahmad Doli Kurnia Tandjung.)

Pantau - Wakil Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR RI Ahmad Doli Kurnia Tandjung menegaskan bahwa DPR RI menghormati dan akan menindaklanjuti Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 121/PUU-XXII/2024 yang memerintahkan pembentukan lembaga pengawas independen Aparatur Sipil Negara (ASN) dalam dua tahun.

Menurut Doli, putusan tersebut menjadi momentum penting untuk memperkuat sistem merit, menjaga netralitas ASN, dan memastikan perlindungan ASN dari intervensi politik dalam birokrasi.

"Kita harus menghormati putusan Mahkamah Konstitusi, karena sifatnya final and binding. Saat membahas revisi UU ASN dulu, saya jadi Ketua di Komisi II, dan itu salah satu pembahasan terlama, hampir tiga tahun. Salah satu isu penting yang alot waktu itu adalah soal keberadaan Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN)," ungkapnya.

Pengawasan Independen Diperlukan, Revisi UU ASN Harus Hindari Beban Birokrasi

Doli menjelaskan bahwa dalam pembahasan UU Nomor 20 Tahun 2023 tentang ASN oleh Komisi II DPR periode 2019–2024, terdapat tiga isu utama, yaitu penyelesaian tenaga honorer, modernisasi birokrasi melalui digitalisasi, dan keberlanjutan lembaga pengawas ASN seperti KASN.

"Sebagian besar anggota Komisi II (saat itu) sebenarnya berharap KASN tetap ada. Karena KASN itu menjadi lembaga yang memberikan perlindungan bagi ASN, terutama dari kesewenang-wenangan atau politisasi jabatan. Namun waktu itu pemerintah lebih cenderung agar KASN ditiadakan, dan akhirnya fungsi pengawasan diambil oleh Kementerian PAN-RB dan BKN," ujarnya.

Ia menilai, revisi UU ASN ke depan perlu menghasilkan formulasi baru agar pengawasan tetap independen namun tidak menambah beban birokrasi yang rumit.

"Nanti dalam revisi UU ASN, kita perlu mencari formula yang tepat. Satu sisi, pengawasan independen harus ada, tapi di sisi lain jangan sampai justru menambah tumpang tindih birokrasi atau menyulitkan pemerintah daerah dalam mengambil kebijakan terkait ASN," jelasnya.

Polemik Status P3K Jadi PNS, Doli Tekankan Seleksi Tetap Diperlukan

Terkait isu usulan pengalihan status Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (P3K) menjadi Pegawai Negeri Sipil (PNS) tanpa tes, Doli mengingatkan bahwa UU ASN sudah memberikan dasar hukum yang jelas untuk menyelesaikan masalah tenaga honorer.

Namun hingga kini, pemerintah belum menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) sebagai aturan pelaksana, padahal seharusnya diterbitkan maksimal enam bulan setelah undang-undang disahkan.

"Dalam UU ASN, kita sudah atur bahwa ASN terdiri dari PNS dan P3K. P3K ini juga kita bagi dua, P3K penuh waktu dan paruh waktu. Harapannya, tenaga honorer bisa masuk ke kategori P3K karena banyak di antara mereka yang sudah bekerja puluhan tahun dan tidak memenuhi syarat usia untuk menjadi PNS," terangnya.

Ia menegaskan bahwa seleksi tetap diperlukan untuk menjamin kualitas ASN, namun mekanismenya perlu disesuaikan agar lebih inklusif terhadap tenaga honorer yang telah lama mengabdi.

"Kami tetap sepakat penempatan ASN harus melalui seleksi untuk menjamin kualifikasi, tapi seleksinya bisa disesuaikan agar lebih realistis. Kami juga memahami keterbatasan anggaran yang mempengaruhi formasi ASN. Karena itu, P3K paruh waktu menjadi solusi sementara sampai anggaran memungkinkan pengangkatan penuh waktu," paparnya.

Revisi UU ASN Harus Komprehensif: Reformasi Birokrasi hingga Kepastian Honorer

Doli menegaskan bahwa revisi UU ASN pasca-putusan MK tidak boleh hanya fokus pada pembentukan lembaga pengawas, tetapi juga harus menyentuh akar masalah birokrasi.

Revisi harus menyelesaikan persoalan tenaga honorer, memperkuat sistem merit, dan mempercepat digitalisasi pelayanan publik.

"Revisi UU ASN ke depan harus komprehensif. Kita ingin birokrasi yang modern, bersih, dan netral. Pengawasan independen harus ada, tenaga honorer harus punya kepastian, dan pelayanan publik harus semakin efisien," pungkas Doli.

Penulis :
Ahmad Yusuf