
Pantau - Anggota Komisi X DPR RI Reni Astuti menegaskan bahwa Rancangan Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional (RUU Sisdiknas) harus menjadi instrumen utama dalam mengatasi ketimpangan mutu dan akses pendidikan antara daerah perkotaan dan wilayah 3T (tertinggal, terdepan, terluar).
Evaluasi Alokasi Anggaran dan Penataan Sekolah Kedinasan
Pernyataan tersebut disampaikan Reni seusai menghadiri rapat Kunjungan Kerja Panitia Kerja RUU Sisdiknas Komisi X DPR RI di Universitas Jember, Jawa Timur, pada Kamis, 6 November 2025.
"Alhamdulillah, pada hari ini Komisi X melakukan kunjungan kerja spesifik di Universitas Jember terkait penyusunan RUU Sisdiknas. Kehadiran kami di sini bukan hanya bertemu dengan rektor dan sivitas akademika Unej, tetapi juga kampus-kampus lain yang ada di sekitar Jember, baik PTN maupun PTS," ungkapnya.
Kegiatan tersebut turut dihadiri perwakilan dari UIN Kiai Haji Achmad Siddiq Jember, Universitas Muhammadiyah Jember, dan Poltekkes Malang Kampus Jember, yang memberikan masukan mengenai tata kelola pendidikan tinggi, kurikulum, akreditasi, beban kerja dan tunjangan dosen, serta sistem pembiayaan.
Reni menyoroti pentingnya pembahasan mengenai anggaran pendidikan sebesar 20 persen dari APBN dan APBD sebagaimana diamanatkan Pasal 31 ayat (5) UUD 1945.
"Selama ini 20 persen anggaran pendidikan sudah berjalan, tetapi belum ada uraian yang jelas mengenai porsi penggunaannya untuk apa saja. Apakah untuk pembiayaan peserta didik, beasiswa mahasiswa, tunjangan guru dan dosen, sarana-prasarana, atau peningkatan kualitas pendidikan itu sendiri," ujarnya.
Berdasarkan data Kementerian Keuangan tahun 2024, alokasi anggaran fungsi pendidikan dalam APBN mencapai sekitar Rp665 triliun.
Namun demikian, distribusi anggaran tersebut dianggap belum sepenuhnya menyentuh akar permasalahan, terutama ketimpangan mutu antarwilayah dan antarlembaga pendidikan.
"Jangan sampai disparitas makin lebar, baik dari sisi fasilitas, kualitas proses pembelajaran, maupun hasil pendidikan. Pengaturan anggaran harus menyentuh kebutuhan riil, khususnya untuk daerah 3T," tegasnya.
Dalam dialog tersebut, isu sekolah kedinasan juga mencuat dan menjadi perhatian Komisi X.
" Sekolah kedinasan yang memang bertujuan menyiapkan SDM bagi kementerian atau lembaga seharusnya tidak menggunakan anggaran fungsi pendidikan secara langsung. Jika sifatnya peningkatan kompetensi internal pegawai, maka pembiayaannya idealnya berasal dari kementerian/lembaga terkait," jelas Reni.
Penataan sekolah kedinasan dianggap krusial guna menjamin keadilan akses dan efisiensi penggunaan anggaran negara.
Kodifikasi UU Pendidikan dan Partisipasi Publik
RUU Sisdiknas merupakan upaya kodifikasi dari tiga undang-undang, yakni UU Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, UU Guru dan Dosen, serta UU Pendidikan Tinggi.
Rancangan undang-undang ini juga menyesuaikan dengan perkembangan teknologi serta dinamika pendidikan saat ini dengan memuat sekitar 74 pasal pembaruan.
Pasal-pasal tersebut mengatur tata kelola, standar mutu, ekosistem pembelajaran, dan digitalisasi pendidikan nasional.
Reni juga menekankan pentingnya keterlibatan publik dalam proses penyusunan RUU ini.
"Kami sangat berharap masukan dari berbagai unsur masyarakat, terutama pemangku kepentingan pendidikan. Karena RUU ini akan menjadi payung besar sistem pendidikan nasional ke depan," ia menambahkan.
- Penulis :
- Aditya Yohan








