
Pantau - Menteri Komunikasi dan Digital Meutya Hafid menyatakan bahwa Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2025 tentang Tata Kelola Penyelenggaraan Sistem Elektronik dalam Pelindungan Anak (PP TUNAS) menunjukkan komitmen serius pemerintah dalam melindungi anak dari kejahatan digital.
Penundaan Akses dan Sanksi bagi Platform Digital
Indonesia menjadi negara kedua di dunia setelah Australia yang menerapkan regulasi penundaan akses anak terhadap platform digital sebagai upaya perlindungan menyeluruh.
Meutya mengakui adanya reaksi dari perusahaan digital karena pasar mereka terpotong, namun Presiden tetap teguh menjalankan regulasi ini demi kepentingan perlindungan anak.
Pemerintah juga sedang menyusun sistem pemberian sanksi yang ditujukan kepada platform digital yang melanggar ketentuan, bukan kepada anak maupun orang tua.
Kementerian Komunikasi dan Digital bekerja sama dengan Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) untuk memberikan edukasi tentang keamanan digital kepada orang tua dan anak.
Ancaman Konten Negatif dan Peran Edukasi
Meutya menyebut bahwa anak-anak merupakan kelompok paling rentan terhadap kejahatan digital, termasuk penyebaran konten pornografi anak.
Data National Center For Missing and Exploited Children (NCMEC) mencatat sebanyak 5.566.015 konten pornografi anak ditemukan di Indonesia selama periode 2021–2024.
Sementara itu, data Badan Pusat Statistik menunjukkan bahwa 89 persen anak usia 5 tahun ke atas telah menggunakan internet, sebagian besar untuk mengakses media sosial.
Kondisi ini meningkatkan risiko paparan terhadap konten negatif yang merusak perkembangan anak secara psikologis dan moral.
Meutya menyatakan keyakinannya bahwa kebijakan ini akan mencetak generasi yang cerdas, bertoleransi, dan beretika dalam penggunaan teknologi digital.
- Penulis :
- Gerry Eka
- Editor :
- Gerry Eka







