Pantau Flash
HOME  ⁄  Nasional

Pemerintah Percepat Penetapan LP2B Demi Menjaga Ketahanan Pangan Nasional

Oleh Arian Mesa
SHARE   :

Pemerintah Percepat Penetapan LP2B Demi Menjaga Ketahanan Pangan Nasional
Foto: Menteri Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional Nusron Wahid (kiri) memberikan keterangan pers didampingi Menteri Koordinator Bidang Pangan Zulkifli Hasan usai melaksanakan Rapat Koordinasi Terbatas Tentang Rencana Penguatan Strategi Ketahanan Pangan Nasional di Jakarta, Selasa 11/11/2025 (sumber: ANTARA/Shofi Ayudiana)

Pantau - Pemerintah mempercepat penetapan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan (LP2B) untuk menekan laju alih fungsi lahan sawah yang dinilai mengancam ketahanan pangan nasional.

Menteri Koordinator Bidang Pangan, Zulkifli Hasan, menyatakan bahwa percepatan penetapan LP2B bertujuan memberikan kepastian hukum kepada petani agar tidak khawatir lahannya dialihfungsikan.

"Kalau ini sudah selesai, para petani bisa tenang karena sawahnya tidak bisa dialihfungsikan lagi … Mereka dapat mengatur kerja jangka panjang dengan lebih aman," ungkapnya.

Target Penetapan LP2B Selesai Tahun 2025

Pemerintah menargetkan penetapan LP2B rampung pada tahun 2025 dengan fokus terhadap lahan sawah yang berasal dari total Lahan Baku Sawah (LBS).

LP2B merupakan lahan pertanian pangan yang ditetapkan secara hukum agar tidak dapat dialihfungsikan, sebagian di antaranya masuk dalam kategori Lahan Sawah Dilindungi (LSD) yang memiliki perlindungan lebih ketat.

Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala BPN, Nusron Wahid, menegaskan pentingnya ketersediaan lahan sawah untuk menunjang ketahanan pangan.

"Ketersediaan lahan sawah merupakan syarat mutlak ketahanan pangan," ia mengungkapkan.

Pemerintah telah menetapkan LBS seluas 7,38 juta hektare, dengan 87 persen di antaranya telah ditetapkan sebagai LP2B yang tidak boleh dialihfungsikan.

Namun demikian, baru 194 kabupaten/kota atau sekitar 57 persen yang mencantumkan LP2B dalam rencana tata ruang wilayah masing-masing.

"Kondisi ini rentan terjadinya alih fungsi lahan," tambah Zulkifli Hasan.

Efektivitas Kebijakan LSD dan Perluasan Perlindungan

Sebelum kebijakan LSD diberlakukan, alih fungsi sawah mencapai rata-rata 80.000 hingga 120.000 hektare per tahun.

Namun, setelah diterapkan di delapan provinsi selama lima tahun terakhir, angka tersebut turun drastis menjadi 5.618 hektare.

"Data ini menunjukkan kebijakan LSD efektif menekan alih fungsi lahan," ungkap Nusron Wahid.

Delapan provinsi yang telah menerapkan kebijakan LSD adalah Jawa Tengah, Jawa Timur, Jawa Barat, Sumatera Barat, Banten, DI Yogyakarta, Bali, dan Nusa Tenggara Barat.

Untuk memperkuat upaya ini, pemerintah akan merevisi Peraturan Presiden Nomor 59 Tahun 2019 guna menyesuaikan nomenklatur kementerian, posisi Menko, serta memperluas cakupan LSD dari delapan menjadi 12 provinsi.

Kedua belas provinsi tambahan tersebut meliputi Aceh, Sumatra Utara, Riau, Jambi, Sumatra Selatan, Bengkulu, Lampung, Kepulauan Bangka Belitung, Kepulauan Riau, Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan, dan Sulawesi Selatan.

Rapat koordinasi juga membahas percepatan pembentukan tim serta proses verifikasi penetapan LP2B dan LSD di provinsi-provinsi tersebut.

Dalam struktur koordinasi baru, Menko Pangan akan memimpin pengendalian alih fungsi lahan, dibantu oleh Menko Infrastruktur dan Pengembangan Kewilayahan sebagai wakil koordinator, dan Menteri ATR/BPN sebagai ketua harian.

Data Kementerian Pertanian mencatat bahwa luas lahan sawah menurun dari 8,09 juta hektare pada 2015 menjadi 7,46 juta hektare pada 2019.

Sementara itu, data Kementerian ATR/BPN pada 2022 menunjukkan rata-rata konversi lahan sawah menjadi nonsawah sebesar 100.000 hingga 150.000 hektare per tahun.

Penulis :
Arian Mesa