
Pantau - Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono menegaskan bahwa peta jalan karbon biru menjadi fondasi utama aksi iklim Indonesia melalui perlindungan, pemulihan, dan pengelolaan pesisir untuk memperkuat ketahanan ekosistem dan ekonomi nasional.
Peluncuran Dokumen di COP30
Trenggono menyatakan "Ekosistem karbon biru adalah aset iklim yang sangat berharga bagi Indonesia" saat peluncuran Peta Jalan dan Panduan Aksi Ekosistem Karbon Biru di COP30 Belém, Brasil, ungkapnya.
Pemerintah Indonesia melalui KKP dan KLH secara resmi meluncurkan Peta Jalan dan Panduan Aksi Ekosistem Karbon Biru Indonesia di COP30 sebagai upaya memperkuat perlindungan, pemulihan, dan pengelolaan pesisir menuju ekonomi kelautan rendah karbon dan tahan iklim.
Dokumen tersebut memberikan arah kebijakan dan langkah terkoordinasi untuk melindungi, memulihkan, dan mengelola ekosistem mangrove, padang lamun, dan rawa asin pasang surut secara berkelanjutan.
Dokumen itu juga menyediakan kerangka kerja yang menghubungkan sains, kebijakan, sistem pemantauan, dan pembiayaan guna memperkuat transisi Indonesia menuju ekonomi kelautan rendah karbon dan tangguh iklim.
“Ekosistem karbon biru adalah aset iklim yang sangat berharga bagi Indonesia. Peta jalan ini bukan hanya panduan kebijakan, tetapi kerangka aksi yang menghubungkan sains, kebijakan, dan pendanaan, untuk memastikan kualitas dan integritas ekosistem karbon biru dalam sistem nilai ekonomi karbon nasional” kembali ditegaskan oleh Trenggono, ia mengungkapkan.
Kerangka Kebijakan dan Kepemimpinan Iklim
Trenggono menegaskan pentingnya koalisi global untuk aksi iklim berbasis laut dan bahwa peluncuran dokumen ini bertepatan dengan peningkatan ambisi iklim Indonesia.
Second Nationally Determined Contribution (SNDC) Indonesia kini memasukkan sektor kelautan dan perikanan secara eksplisit dalam agenda mitigasi dan adaptasi.
"Langkah ini menandai pengakuan bahwa laut bukan hanya korban perubahan iklim, tetapi juga sumber solusi global" ditegaskan Trenggono, ungkapnya.
Ia menyampaikan bahwa pendekatan lintas ekosistem menjadi inti dari peta jalan tersebut, dengan melihat mangrove, padang lamun, dan rawa asin pasang surut sebagai satu sistem pesisir–laut yang saling terhubung.
Pendekatan itu diyakini dapat membuka manfaat lebih luas bagi keanekaragaman hayati, ketahanan pesisir, keamanan pangan biru, dan peluang ekonomi berkelanjutan.
“Perjuangan global menghadapi perubahan iklim membutuhkan kepemimpinan, kebijakan yang konsisten, dan solidaritas yang nyata. Dari hutan dan laut Indonesia, kami menawarkan solusi iklim untuk masa depan yang lebih berkelanjutan” ujar Trenggono, ia mengungkapkan.
Menteri Lingkungan Hidup Hanif Faisol Nurofiq menegaskan bahwa peluncuran dokumen tersebut menunjukkan kepemimpinan Indonesia dalam menghubungkan aksi darat dan laut.
“Melalui penguatan ilmu pengetahuan, kebijakan strategis, dan kerja sama internasional, Indonesia ingin memastikan bahwa kontribusi karbon biru dapat terintegrasi ke dalam sistem nilai ekonomi karbon dan pasar karbon nasional” ujarnya, ungkapnya.
Penyusunan dokumen dilakukan bersama oleh KLH, KKP, dan Kemenhut dengan dukungan teknis Lembaga Pertumbuhan Hijau Global serta pendanaan Pemerintah Kanada.
Dokumen ini menjadi acuan utama bagi pelaksanaan karbon biru berintegritas tinggi di seluruh kawasan pesisir dan laut Indonesia.
Dokumen tersebut juga mendukung penyelarasan kebijakan dengan kerangka Hutan dan Penggunaan Lahan (FOLU) Net Sink 2030 serta Nilai Ekonomi Karbon.
- Penulis :
- Aditya Yohan
- Editor :
- Aditya Yohan








