
Pantau - Anggota Komisi IX DPR RI, Muazzim Akbar, mendesak agar Kantor Layanan Terpadu Satu Atap (LTSA) di Nusa Tenggara Barat (NTB) kembali diaktifkan untuk menekan maraknya pengiriman Pekerja Migran Indonesia (PMI) secara ilegal.
Didorong karena Proses Resmi Dianggap Terlalu Lama
Desakan tersebut disampaikan Muazzim saat kunjungan kerja Panitia Kerja (Panja) Komisi IX DPR RI ke NTB yang berlangsung di Mataram, Kamis, 20 November 2025.
Kunjungan ini turut dihadiri oleh Wakil Gubernur NTB Hj. Indah Dhamayanti Putri, pimpinan organisasi perangkat daerah, serta perwakilan dari kementerian dan lembaga terkait.
Muazzim menyebutkan bahwa permasalahan utama PMI ilegal berasal dari lamanya proses pemberangkatan secara resmi serta tidak berfungsinya LTSA di NTB.
"Jika melalui jalur resmi, mereka membutuhkan waktu minimal tiga bulan. Ini membuat masyarakat berpikir jalur resmi terlalu panjang," ungkapnya.
Ia menjelaskan, waktu tunggu dalam proses pra-penempatan sangat panjang, mulai dari pendaftaran hingga penerbitan paspor yang memerlukan waktu sekitar satu bulan.
Setelah itu, pengurusan visa kerja membutuhkan tambahan waktu minimal satu bulan, belum termasuk masa tunggu penempatan kerja setelah visa terbit.
Proses panjang ini menjadi celah yang dimanfaatkan calo untuk membujuk calon PMI agar memilih jalur ilegal dengan iming-iming proses cepat tanpa prosedur.
LTSA Dinilai Solusi Efektif
Muazzim menyoroti bahwa LTSA seharusnya menjadi solusi percepatan birokrasi karena menyatukan seluruh instansi yang terlibat dalam proses penempatan PMI dalam satu lokasi.
"Jika LTSA diaktifkan kembali, proses pemberangkatan PMI bisa lebih cepat dan terkoordinasi," ia mengungkapkan.
Menurutnya, LTSA yang tidak berfungsi saat ini membuat proses administrasi menjadi terhambat dan terpisah-pisah, memperbesar peluang munculnya jalur non-prosedural.
Selain faktor dalam negeri, Muazzim juga menyoroti persoalan di negara penempatan yang turut mendorong PMI menempuh jalur ilegal.
Di Malaysia, banyak PMI yang kabur dari majikan dan akhirnya masuk daftar hitam, sehingga tidak bisa kembali secara resmi dan memilih jalur ilegal sebagai alternatif.
Muazzim juga menyinggung masih berlakunya moratorium pengiriman PMI ke kawasan Timur Tengah, yang turut memicu tingginya angka keberangkatan non-prosedural dari NTB.
"Moratorium juga menjadi salah satu sumber tingginya angka keberangkatan ilegal karena minat warga NTB untuk bekerja di Timur Tengah cukup besar," ungkapnya.
- Penulis :
- Leon Weldrick







