Pantau Flash
HOME  ⁄  Nasional

DPR Soroti Kelemahan KEK, RUU Kawasan Industri Didorong untuk Perkuat Daya Saing Nasional

Oleh Leon Weldrick
SHARE   :

DPR Soroti Kelemahan KEK, RUU Kawasan Industri Didorong untuk Perkuat Daya Saing Nasional
Foto: Pimpinan Kunjungan Kerja Spesifik Komisi VII DPR-RI di PT Krakatau Steel, Chusnunia di Kota Cilegon, Kamis 27/11/2025 (sumber: ANTARA/Devi Nindy)

Pantau - Komisi VII DPR RI menilai Kawasan Ekonomi Khusus (KEK) di Indonesia belum memiliki ekosistem industri yang lengkap, serta masih dibebani oleh tarif utilitas yang tinggi, sehingga menghambat daya saing sektor manufaktur nasional.

Hal tersebut disampaikan oleh Chusnunia, Pimpinan Kunjungan Kerja Spesifik Komisi VII DPR RI, usai melakukan kunjungan ke PT Krakatau Steel di Kota Cilegon.

“KEK kita rata-rata baru dari sisi ekosistem, belum terpenuhi. Itu berefek banget terhadap proses produksi dan pertumbuhannya,” ungkapnya.

Fokus RUU Kawasan Industri untuk Perbaikan Infrastruktur dan Utilitas

Komisi VII DPR RI menjadikan permasalahan ini sebagai salah satu fokus utama dalam pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) Kawasan Industri.

RUU tersebut ditargetkan menjadi instrumen untuk menata kembali sistem utilitas dasar, lokasi, logistik, serta infrastruktur pendukung KEK agar lebih efisien dan mendukung pertumbuhan industri nasional.

Meski KEK telah mendapatkan berbagai kemudahan seperti regulasi dan insentif pajak, namun ekosistem kerja dan dukungan infrastruktur belum memadai.

Pengusaha di KEK masih menghadapi tarif listrik yang tinggi dan pasokan energi yang belum stabil.

“Bahkan bukan hanya harga, kecukupannya juga kurang. Soal gas dan utilitas lain harus diperhatikan,” jelas Chusnunia.

Selain itu, lokasi KEK yang jauh dari pelabuhan menambah beban logistik dan menurunkan efisiensi produksi.

DPR RI memasukkan isu efektivitas logistik ini dalam pembahasan RUU Kawasan Industri karena berdampak langsung pada daya saing industri nasional.

Tingginya Biaya Energi dan Administrasi Hambat Produksi

Beban listrik yang tinggi membuat pelaku industri harus membatasi jam operasional produksi.

“Jam-jam tertentu harganya lebih tinggi. Jadi mau tidak mau mereka produksi hanya sampai jam 16.00-17.00,” katanya.

Kondisi ini menyebabkan biaya produksi meningkat dan harga produk nasional menjadi kurang kompetitif di pasar global.

“Listrik untuk industri jangan justru lebih mahal. Kalau bisa diringankan agar daya saing kita tidak kalah,” ia menegaskan.

Selain masalah energi, industri di KEK juga menghadapi beban administratif seperti perizinan dan persoalan lingkungan sosial.

Kompleksitas ini semakin menyulitkan industri dalam memenuhi target produksi.

Semua aspek tersebut akan diurai dan disusun kembali dalam RUU Kawasan Industri sebagai bentuk komitmen DPR RI untuk meningkatkan efisiensi kawasan industri nasional.

Dalam Kunjungan Kerja Spesifik Komisi VII DPR RI tersebut hadir sejumlah anggota DPR dari berbagai fraksi, antara lain Chusnunia (Fraksi PKB), Bane Raja Manalu (PDIP), Ma’ruf Mubarok dan Jamal Mirdad (Fraksi Gerindra), Erna Sari Dewi (Fraksi NasDem), serta Izzudin Alqassam Kusuba (Fraksi PKS).

Penulis :
Leon Weldrick