Pantau Flash
HOME  ⁄  Nasional

Komnas HAM Terima Aduan Dugaan Penyiksaan dalam Kerusuhan Agustus–September 2025

Oleh Aditya Yohan
SHARE   :

Komnas HAM Terima Aduan Dugaan Penyiksaan dalam Kerusuhan Agustus–September 2025
Foto: (Sumber: Ketua Komnas HAM Anis Hidayah saat wawancara di Kantor Komnas HAM, Jakarta, Senin (22/12/2025). ANTARA/Bagus Ahmad Rizaldi.)

Pantau - Komisi Nasional Hak Asasi Manusia menyampaikan bahwa hingga kini masih menerima aduan masyarakat terkait dugaan kasus penyiksaan dalam rangkaian peristiwa kerusuhan Agustus hingga September 2025.

Ketua Komnas HAM Anis Hidayah menyatakan terdapat 60 perwakilan keluarga korban yang mengadukan dugaan penyiksaan tersebut.

Aduan dari perwakilan keluarga korban disampaikan pada Senin pagi di Kantor Komnas HAM, Jakarta, oleh warga yang berasal dari wilayah Jakarta Utara.

Anis Hidayah menyampaikan bahwa "Masih ada yang mengadukan, terutama dari aspek mereka merasa ada proses hukum yang mereka indikasikan tidak terjadi secara fair, sehingga meminta agar Komnas HAM turut serta untuk memberikan atensi."

Para pengadu menyampaikan bahwa adik atau kakak mereka menjadi korban dugaan penyiksaan yang terjadi sejak proses penangkapan, pemeriksaan, hingga tahapan hukum lanjutan.

Saat ini para korban yang diadukan masih berada dalam proses persidangan.

Komnas HAM masih terus memproses penyelesaian laporan terkait Tim Gabungan Pencari Fakta Kerusuhan Agustus 2025.

Komnas HAM akan berkoordinasi dengan lembaga-lembaga lain yang tergabung dalam Tim Gabungan Pencari Fakta.

Anis Hidayah menyatakan bahwa "Kita harus menunggu bagaimana posisi dari masing-masing lembaga itu terkait dengan laporan yang sedang dirumuskan di tingkat lembaganya mereka masing-masing dulu gitu."

Perwakilan Keluarga Korban dan Gerakan Muda Lawan Kriminalisasi bernama Sarah mendesak Komnas HAM segera turun tangan melakukan investigasi menyeluruh atas dugaan pelanggaran HAM oleh aparat Polres Jakarta Utara.

Pihak keluarga korban menyatakan telah menemukan bukti kuat terkait dugaan penyiksaan, salah tangkap, serta pengabaian hak-hak konstitusional dalam proses hukum pasca-aksi Agustus 2025.

Kriminalisasi disebut bermula dari penjeratan Pasal 170 KUHP tentang pengeroyokan serta Pasal 212 juncto 214 KUHP tentang perlawanan terhadap pejabat yang sedang bertugas.

Berdasarkan fakta persidangan dan keterangan saksi kepolisian, kejadian tersebut dinyatakan tidak berkaitan dengan kasus perusakan rumah anggota DPR yang terjadi sebelumnya.

Sejumlah warga disebut dikriminalisasi hanya karena menggunakan pasta gigi di wajah untuk melindungi diri dari paparan gas air mata.

Penangkapan dilakukan pada pukul 02.30 hingga 06.00 WIB saat situasi dinilai sudah kondusif.

Warga yang ditangkap disebut sedang melakukan aktivitas normal seperti berdagang atau pulang kerja.

Mayoritas terdakwa disebut hanya berada di baris belakang untuk menonton dan tidak memiliki niat melakukan kekerasan.

Gerakan Muda Lawan Kriminalisasi menuntut Komnas HAM melakukan investigasi independen dengan menurunkan tim pemantauan untuk mengusut dugaan penyiksaan fisik dan mental terhadap para tahanan di Polres Jakarta Utara.

Pihak keluarga korban meminta Komnas HAM mengeluarkan rekomendasi pembebasan dengan dasar proses penangkapan yang dinilai cacat prosedur dan para warga disebut sebagai korban salah tangkap.

Keluarga korban juga meminta Komnas HAM memastikan kepolisian menghentikan cara-cara represif dalam setiap proses hukum terhadap seluruh tahanan politik.

Penulis :
Aditya Yohan