
Pantau - Kementerian Ekonomi Kreatif (Kemenekraf) tengah mempersiapkan mekanisme pendanaan sektor film nasional melalui skema kolaborasi berkelanjutan guna memperkuat perlindungan kekayaan intelektual dan memperluas akses pasar industri ekonomi kreatif (ekraf).
Menteri Ekonomi Kreatif, Teuku Riefky Harsya, menyatakan bahwa transformasi ekosistem kreatif Indonesia telah bergeser dari kolaborasi pentahelix menjadi hexahelix, yang melibatkan lembaga keuangan sebagai mitra penting.
"Kementerian Ekraf tak henti memperjuangkan bagaimana Intellectual Property (IP) bisa menjadi jaminan, meski hingga saat ini belum bisa jadi jaminan utama, hanya sebatas pendukung saja," ungkapnya.
Modal Ventura dan ICCF Jadi Solusi Pembiayaan Kreatif
Teuku menyoroti bahwa kurangnya modal ventura dan tantangan dalam komersialisasi IP menjadi hambatan utama dalam membangun ekosistem bisnis kreatif yang berkelanjutan, khususnya di subsektor film.
Dua hal ini dianggap sebagai kebutuhan mendesak dalam mendorong industri kreatif Indonesia agar dapat bersaing di tingkat global.
“Semoga awal tahun 2026, kami bisa mempersiapkan kajian-kajian terhadap insentif untuk subsektor ekraf prioritas seperti film, gim, dan aplikasi yang menghidupkan peluang investor lebih banyak lagi,” ujarnya.
Beberapa inisiatif solusi yang diusulkan antara lain pembentukan dana bergulir bernama Indonesia Creative Content Fund (ICCF), serta pemanfaatan program pemerintah seperti Kredit Usaha Rakyat (KUR) dari Kemenko Perekonomian.
Deputi Bidang Kreativitas Media Kemenekraf, Agustini Rahayu, menambahkan bahwa ICCF dirancang untuk menjadi instrumen pembiayaan berkelanjutan bagi subsektor ekraf.
"Mengingat tantangan industri konten kreatif itu sulit untuk membuka akses pasar dan perlindungan terhadap Hak Kekayaan Intelektual juga masih kurang, terbentuklah inisiasi ICCF sebagai referensi solusi pembiayaan konten kreatif," jelasnya.
PFN Diproyeksikan Jadi Pusat Konten Negara
Kemenekraf juga telah melakukan audiensi dengan Produksi Film Negara (PFN) pada Juli 2025 guna membahas fasilitasi akses distribusi dan promosi subsektor film.
Dalam pertemuan tersebut, Kemenekraf mendorong agar PFN menjadi Pusat Konten Negara dan post data center untuk mendukung subsektor film, animasi, gim, aplikasi, hingga konten media sosial.
Direktur Pengembangan Produksi PFN, Narliswandi Iwan Piliang, menjelaskan bahwa PFN pernah merancang pembentukan venture capital yang khusus mendanai industri kreatif di Indonesia.
"Venture capital memang tidak bankable karena rata-rata orang kreatif tidak punya jaminan yang masuk dalam ketentuan perbankan. Berhubung tidak ada kolateral, venture capital akan melihat gagasan nilai dari IP yang di-development," ungkapnya.
Selain itu, PFN juga mengembangkan program Indonesia Film Facilitation (IFF) untuk meningkatkan ekspor, membuka lapangan kerja bagi generasi muda, serta mendorong sektor kreatif masuk ke pasar global.
“Saya juga senang sekali karena hari ini mengenal istilah ICCF yang mana kita akan backup akses dari luar sehingga bisa memiliki on balance sheet yang sesuai dengan dana of ledger perbankan Indonesia,” tutup Narliswandi.
- Penulis :
- Gerry Eka







