Pantau Flash
HOME  ⁄  Nasional

Cerita Pendeta Dora Soal Papua: Rakyat Dibunuh, Presiden Tak Bersuara

Oleh Noor Pratiwi
SHARE   :

Cerita Pendeta Dora Soal Papua: Rakyat Dibunuh, Presiden Tak Bersuara

Pantau.com - Sejak kasus di Wamena, Wasior, dan terakhir di Intan Jaya, pemerintah selalu membentuk tim investigasi. Namun, pesimistis terhadap tim tersebut selalu dirasakan oleh warga Papua. Pasalnya, dari semua kasus, tidak ada satupun hasil investigasi di Papua dirilis ke publik.

Rentetan kasus penembakan antara tanggal 17-19 September, telah menewaskan aparat TNI-Polri serta warga sipil, termasuk Pendeta Yeremia Zanambani (68) di Kampung Bomba, Distrik Hitadipta, Kabupaten Intan Jaya, Papua. Pemerintah membentuk tim investigasi berdasarkan Keputusan Menko Polhukam Nomor 83 Tahun 2020 tentang Tim Gabungan Pencari Fakta Peristiwa Kekerasan dan Penembakan di Kabupaten Intan Jaya pada Jumat, 2 Oktober 2020.

Pembentukan tim oleh Mahfud MD itu disambut dengan sikap skeptis oleh masyarakat Papua. Pendeta Dora Balubun dari Sinode GKI Papua mengatakan, tim investigasi itu sendiri menjadi sebuah rahasia karena selama ini ia tidak pernah tahu siapa yang dikirim ke Papua.

"Tim investigasi pun menjadi sebuah rahasia. Kita tidak pernah tahu, selama saya bekerja di GKI. Kami tidak pernah tahu siapa tim-tim investigasi yang dikirim ke Papua," kata Pendeta Dora, seperti dikutip Pantau.com.

Pernyataan Pendeta Dora itu disampaikan dalam diskusi publik Amnesty International Indonesia yang digalr secara virtual dengan tajuk Mengulas Tim Investigasi Independen Penembakan Hitadipa. "Masyarakat Papua sampai hari ini, tidak optimis seperti apa yang sudah diputuskan. Apalagi kalau dalam tim investigasi itu ada aparat keamanan di dalamnya yang turut melakukan investigasi."

Tim investigasi itu, menurut Dora, menjadi catatan penting bahwa betul harus ada kemauan yang sungguh-sungguh untuk mengembalikan kepercayaan orang Papua mengenai keinginan pemerintah untuk menyelesaikan persoalan HAM di Tanah Papua.

Baca juga: Pendeta Mofu: Warga Papua Tidak Percaya dengan Tim Investigasi Mahfud MD

Pendeta Dora Balubun dari Sinode GKI Papua. (Foto: YouTube Amnesty International Indonesia)

'Membuka' Konflik

Ilustrasi konflik di Papua. (Pantau.com/Amin H Al Bakki)

Tanah Papua merupakan wilayah yang sangat kaya. Dora mencontohkan, seperti pembukaan Freeport, Tambrauw dan Wasior dengan kekayaan emasnya. Dora yakin wilayah itu pasti akan dibuka oleh pemerintah. "Kalau itu dibuka saya khawatir, kasusnya akan terus terjadi seperi kasus di Nduga dan hari ini di Intan Jaya," kata Dora. 

Ia mengungkapkan, jika tanah itu dibuka maka metode yang digunakan pemerintah untuk mengeluarkan masyarakat adat di sana adalah konflik. Setelah masyarakat mengungsi, aparat akan masuk ke wilayah tersebut.

"Kita berharap metode ini harus dihentikan. Tidak boeh terus melakukan hal seperti ini. Sebab kita harus mengakui bahwa yang punya hak wilayah, tempat harta emas --yang kemudian dikelola untuk kesejahteraan masyarakat indonesia-- itu ada pemiliknya. Dan pemiliknya adalah masyarakat adat," jelas Dora.

"Harap Jakarta tolong melihat bahwa Papua itu bukan tanah kosong. Sudah ada 62 investor yang telah memiliki tanah-tanah di Ppua tanpa kita orang Papua tahu."

Dora juga mengungkapkan bahwa setiap ada investor yang masuk akan selalu dibuka dengan aparat militer. Ia mengatakan, dengan kekayaan Papua hari ini, dirinya tidak yakin bahwa kekerasan akan segera berakhir. Ia berharap jika tim investigasi dibentuk akan menyampaikan setiap proses secara terbuka. Karena selama ini, kata Dora, masyarakat Papua terus bertanya-tanya apa niat baik pemerintah Indonesia kepada mereka di Papua.

Laporan investigasi Amnesty International Indonesia berjudul 'Unlawful Killings in Papua'. (Foto: Amnesty International Indonesia)

'Pasukan Tak Bertuan'

Ilustrasi pasukan bersenjata. (Foto: Antara)

Dora memberikan catatan selajutnya untuk pemerintah, tentang pasukan non-organisasi. Ia mengaku telah mencatat penjelasan dari aparat setempat yang tidak tahu menahu pasukan yang datang ke wilayah tersebut mendapat perintah dari siapa.

"Saya mencatat penjelasan pak Pangdam dan pak Kapolda bahwa mereka juga tidak tahu pasukannya yang datang dari luar, karena tidak di bawah komando mereka. Itu artinya bahwa itu langsung dari Jakarta di bawah komando panglima tertinggi," ujar Dora.

"Catatan saya yang perlu kita lihat kalau itu pasukan non-organisasi sekali lagi, kalau pangdam, kapolda saja tidak mengenal mereka yang datang. Bagaimana kami?"

Ia meminta Anggota DPD RI asal Papua Yoris Raweyai dan Anggota Komisi I DPR Yanmandenas --yang juga hadir dalam diskusi tersebut-- untuk menyampaikan pesannya kepada pemerintah Indonesia.

"Bahwa kalau mereka datang dengan identitas yg tidak kami kenal, yang pangdam dan kapolda sendiri tidak kenal. Hari ini dong (mereka) buat pembunuhan, besok dong pulang karena kitorang tidak kenal dong. Orang lain yang datang akan bilang kitorang tidak tahu, bukan saya. Lalu kita, kitakah ini penjahat kah? Kita rakyat Papua penjahatkah?"

Dora juga menceritakan tentang ribuan pasukan yang datang ke Papua dengan senjata lengkap. Dora bilang, pasukan bersenjata itu masuk ke dalam pesawat seperti warga biasa dan turun di Jayapura dan di sekitarnya, belum lagi pasukan di kapal perang.  "Itu harus kita pastikan, sebenarnya sekarang ini berapa banyak aparat TNI dan kepolisian di sini?"

Ia juga meminta tim investigasi merupakan gabungan dari orang-orang di Papua, termasuk orang GKI yang menjadi korban. Selain itu, Dora juga meminta pengungsi harus diperhatikan dan perlu ada jaminan keselamatan mereka dari negara dan presiden.

Laporan investigasi Amnesty International Indonesia berjudul 'Unlawful Killings in Papua'. (Foto: Amnesty International Indonesia)

Baca juga: Yan Mandenas: Setiap Insiden di Papua, Pemerintah Pusat Seperti Tutup Mata

Janji Hanyalah Janji

Ilustrasi Presdien Joko Widodo saat berkunjung melihat penanganan karhutla. (Foto: Antara)

Dalam diskusi tersebut, Dora menyinggung janji Presiden Joko Widodo saat perayaan Natal saat kunjungan setelah peristiwa Paniai. Namun, usai pertemuan tersebut, rentetan peristiwa kekerasan semakin meningkat. "Presiden tidak pernah memberikan komentar apapaun. Sedih, itu sangat menyedihkan," kata Dora.

"Bagaimana mungkin Presiden melihat yang ada di lubuk di luar sana di Palestina, tapi di depan mata di Papua, rakyatnya itu dibunuh, Presiden tidak memberikan komentar apapun. Bagi saya tim investigasi dibentuk adalah bagian dari menutupi rasa malu karena protes kami di Papua," tegasnya.

Catata terakhir dari Dora, ia meminta pengadilan HAM, pengadilan Militer untuk menyampaikan hasil dari penyelidikan, siapa yang terlibat dan siapa yang dihukum. "Karena selesai diadili, dia keluar, mungkin dia bebas. Kami di Papua tidak tahu."

"Inilah yang membuat kami di Papua tidak yakin segala hal dapat diselesaikan dengan baik. Catatan saya tim investigasi terbuka harus ada orang Papua, ada GKI dan disampaikan semua yang terjadi."

Penulis :
Noor Pratiwi