Pantau Flash
HOME  ⁄  News

Fiersa Besari dan Tragedi Carstensz: Dua Tim, Satu Duka di Ketinggian 4.000 Meter

Oleh Muhammad Rodhi
SHARE   :

Fiersa Besari dan Tragedi Carstensz: Dua Tim, Satu Duka di Ketinggian 4.000 Meter
Foto: Musisi ternama Fiersa Besari menjadi saksi bisu dari sebuah tragedi memilukan di Puncak Carstensz Pyramid, Papua. IG Fiersa Besari

Pantau – Musisi ternama Fiersa Besari menjadi saksi bisu dari sebuah tragedi memilukan di Puncak Carstensz Pyramid, Papua, puncak tertinggi di Indonesia yang dikenal dengan medan ekstremnya. Pada akhir Februari 2025, dua pendaki perempuan, Lilie Wijayanti Poegiono—yang akrab disapa Mamak Pendaki—dan Elsa Laksono, kehilangan nyawa dalam ekspedisi tersebut. 

Fiersa, yang turut mendaki pada waktu yang sama, akhirnya buka suara melalui unggahan panjang di Instagram pada Senin (3/3/2025), mengungkap bahwa ia dan korban ternyata tidak berada dalam satu kelompok pendakian karena perbedaan operator tur yang mengatur perjalanan mereka.

Setelah melewati hari-hari penuh ketegangan di ketinggian, Fiersa bersama rekannya, Furky Syahroni, berhasil kembali ke Timika, Papua Tengah, pada 3 Maret 2025. Perjalanan pulang mereka tertunda akibat cuaca buruk yang mengganggu operasional helikopter, satu-satunya transportasi resmi dari base camp Yellow Valley (YV) menuju daratan. 

Baca juga: Fiersa Besari Ada dalam Rombongan Pendaki Cartensz yang Tewas, Kondisinya Selamat

Dalam kondisi fisik yang stabil namun hati yang terguncang, Fiersa menyampaikan rasa duka mendalam sekaligus permintaan maaf atas keterlambatan kabar yang ia sampaikan kepada publik. “Saya juga ingin meminta maaf karena baru mengabari perihal situasi Carstensz Pyramid (puncak tertinggi Indonesia dengan nama lain Puncak Jaya), karena kami yang berada di basecamp Yellow Valley (YV) pun merasa sangat syok dan berduka atas tragedi yang telah terjadi,” tulisnya yang dikutip dari akun instagramnya, Senin (3/3/2025).

Tragedi itu terjadi di ketinggian 4.000-an meter di atas permukaan laut, sebuah zona tebing curam yang menjadi tantangan berat bagi para pendaki. Medan ini, yang membentang antara base camp Yellow Valley di 4.200-an MDPL hingga puncak di 4.884 MDPL, menuntut keahlian teknis seperti penggunaan tali untuk naik dan turun—sesuatu yang tidak asing bagi pendaki berpengalaman seperti Fiersa. 

Namun, bagi rombongan lain, area ini menjadi saksi bisu musibah yang merenggut nyawa. Fiersa menceritakan momen ketika ia pertama kali mendengar kabar duka tersebut. 

“Rangkaian tragedi yang menimpa Bu Lilie dan Bu Elsa, juga tiga korban lainnya yang pada saat itu masih terjebak di area tebing, baru saya dan Furky Syahroni ketahui setelah kami tiba di basecamp YV (kami tiba 28 Februari 2025 - 22.48 WIT, dapat kabar 1 Maret 2025 - sekitar 04 WIT),” ungkapnya.

Meski berada di lokasi yang sama, Fiersa menegaskan bahwa ia dan korban beroperasi dalam tim terpisah. Rombongannya yang terdiri dari tiga orang berbeda dengan kelompok empat orang yang mengangkut Lilie dan Elsa, dipandu oleh operator tur yang berbeda pula. 

Hari itu, 28 Februari 2025, suasana di Carstensz Pyramid juga diramaikan oleh kehadiran pendaki asing (WNA) dan perwakilan dari balai taman nasional yang turut mendaki. 

“Untuk kronologi, saya rasa tidak perlu banyak menjelaskan, karena sudah banyak sumber berita kredibel yang memberikan informasi. Adapun, jika boleh melengkapi informasi, saya tergabung dalam tim yang terdiri dari tiga orang. Sementara Bu Lilie dan Bu Elsa tergabung dalam tim yang terdiri dari empat orang (beda tour operator),” jelasnya.

Di tengah duka, upaya heroik penyelamatan turut mewarnai kisah ini. Tiga pendaki lain yang terjebak di tebing berhasil diselamatkan pada 1 Maret 2025 berkat koordinasi via radio HT dari Yellow Valley dan aksi cepat relawan lokal serta internasional. 

Fiersa mengapresiasi kerja keras semua pihak yang terlibat, sembari berharap publik menahan diri dari spekulasi. Ia menutup ceritanya dengan nada haru, mengajak semua untuk mendoakan korban dan memberikan ruang bagi keluarga yang ditinggalkan.

Penulis :
Muhammad Rodhi