
Pantau - Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menyatakan bahwa selama hampir dua tahun terakhir, rata-rata satu anak tewas setiap jam di Jalur Gaza, menjadikan wilayah tersebut sebagai "zona kematian" bagi anak-anak.
Pernyataan tersebut disampaikan oleh Tom Fletcher, Under-Secretary-General PBB untuk Urusan Kemanusiaan dan Koordinator Bantuan Darurat, dalam sebuah acara sela Pekan Tingkat Tinggi Sidang Majelis Umum PBB (UNGA) di New York, Rabu, 24 September 2025.
"Di Gaza, anak-anak yang beruntung tidur di tenda," ungkap Fletcher.
Gaza Krisis Kemanusiaan, Sekolah dan Rumah Sakit Tidak Aman
Fletcher menyoroti bahwa tempat-tempat penampungan di Gaza telah menjadi sasaran serangan, sementara sekolah-sekolah yang seharusnya menjadi tempat aman justru berubah menjadi lokasi horor.
"Di Gaza, tempat-tempat penampungan dibom, dan sekolah menjadi tempat yang mengerikan, merampas hak pendidikan lebih dari 700.000 anak," ujarnya.
Ia juga menyampaikan kekhawatiran terhadap meningkatnya kekerasan terhadap anak-anak di wilayah Tepi Barat, termasuk serangan dari para pemukim.
Menurutnya, dunia tidak perlu memilih antara memerangi antisemitisme dan mendesak Israel untuk tunduk pada hukum internasional.
"Kita tidak perlu memilih antara memerangi antisemitisme dan menuntut Israel untuk mematuhi hukum yang sama seperti negara lain," tegasnya.
Fletcher menyerukan kepada masyarakat internasional untuk segera bersatu menyerukan gencatan senjata dan membuka akses bagi pekerja kemanusiaan guna menjangkau perempuan, anak-anak, dan lansia.
Rumah Sakit Lumpuh, Pengungsi Bertambah, Nyawa Terancam
Laporan dari Kantor PBB untuk Koordinasi Urusan Kemanusiaan (OCHA) menyebutkan bahwa operasi militer Israel masih berlangsung di seluruh Jalur Gaza, termasuk di daerah pemukiman padat di Gaza City.
Serangan tersebut mengakibatkan korban jiwa, luka-luka, serta kerusakan parah pada infrastruktur sipil.
Otoritas kesehatan Gaza memperingatkan bahwa rumah sakit sangat membutuhkan bahan bakar untuk mengoperasikan generator, sementara Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyebut fasilitas kesehatan seperti Rumah Sakit Al-Rantisi dan Rumah Sakit Ophthalmic tidak lagi aman dan tidak dapat diakses.
Akibatnya, pasien dan tenaga medis terpaksa mengungsi demi keselamatan.
"Dengan ratusan ribu orang masih berada di Gaza City dan sejumlah fasilitas kesehatan yang ditutup, lebih banyak nyawa akan hilang," kata WHO.
WHO mencatat sebanyak 145 serangan terhadap fasilitas kesehatan di Gaza sejak awal tahun hingga pertengahan September 2025.
Lebih dari 100 tenaga kesehatan dilaporkan tewas dalam serangan-serangan tersebut.
Arus Pengungsi Terus Bertambah, Bantuan Terbatas
OCHA juga melaporkan bahwa ribuan warga terus mengungsi dari Gaza City ke wilayah selatan seperti Deir al-Balah dan Khan Younis.
Pada Senin, 22 September, sekitar 20.000 orang, banyak di antaranya berjalan kaki, melintasi pos pemantauan di kedua wilayah tersebut.
PBB dan mitra-mitra kemanusiaannya hanya mampu membagikan roti dan air kepada sebagian kecil pengungsi di lokasi-lokasi itu.
"Badan-badan kemanusiaan terus melakukan segala upaya untuk menjangkau orang-orang yang membutuhkan di seluruh Jalur Gaza, baik di wilayah utara maupun selatan," pungkas Fletcher.
- Penulis :
- Ahmad Yusuf