
Pantau - Mahkamah Konstitusi (MK) menolak gugatan perselisihan hasil Pemilihan Gubernur (Pilgub) Sulawesi Tenggara (Sultra) 2024 yang diajukan pasangan calon nomor urut 4, Tina Nur Alam-La Ode Muhammad Ihsan Taufik. Dalam putusannya, MK menyatakan bahwa permohonan pemohon tidak beralasan menurut hukum sehingga tidak dapat diterima.
"Mahkamah menyatakan permohonan pemohon tidak dapat diterima," kata Ketua MK Suhartoyo dalam sidang putusan dismissal di Gedung MK, Jakarta Pusat, Selasa (4/2/2025).
Salah satu pertimbangan utama MK dalam menolak gugatan ini adalah adanya ketidaksesuaian dalam pengajuan penarikan gugatan oleh La Ode Muhammad Ihsan Taufik. Hakim Konstitusi Arsul Sani menjelaskan bahwa penarikan gugatan tersebut tidak dilakukan sesuai prosedur.
"La Ode Muhammad Ihsan hanya menyampaikan permohonan pencabutan kepada Mahkamah tanpa melalui kuasa hukum, dan fakta ini dibenarkan dalam persidangan pada 22 Januari 2025," ujar Arsul.
MK menilai bahwa pencabutan atau penarikan permohonan seharusnya dilakukan melalui kuasa hukum atau setidaknya dikomunikasikan terlebih dahulu dengan kuasa hukum yang bersangkutan. Selain itu, La Ode Muhammad Ihsan juga diketahui ingin mencabut kuasa dari tim hukumnya, tetapi tidak menyampaikan pencabutan tersebut secara resmi kepada kuasa hukum yang bersangkutan.
Baca Juga:
Calon Tunggal Pilkada 2024: Delapan Sengketa Masuk Mahkamah Konstitusi
"Dengan demikian, penarikan yang dilakukan oleh La Ode Muhammad Ihsan Taufik tidak dapat dibenarkan dan Mahkamah menolak penarikan tersebut," tegas Arsul.
Selain aspek administratif, MK juga menilai dalil utama dalam gugatan tersebut tidak memiliki dasar yang kuat. Pemohon menuduh adanya praktik politik uang yang dilakukan secara terstruktur, sistematis, dan masif (TSM) di 13 kabupaten/kota di Sultra. Namun, MK berpendapat bahwa bukti yang diajukan tidak cukup kuat untuk mendukung tuduhan tersebut.
"Bukti berupa akta keterangan saksi (affidavit) yang diajukan pemohon pada dasarnya hanya menerangkan dugaan politik uang oleh pasangan calon nomor urut 2. Namun, nama-nama saksi tersebut tidak pernah melaporkan dugaan politik uang ke Bawaslu atau Sentra Gakkumdu, kecuali saksi atas nama Ashabul Akram," jelas Arsul.
Lebih lanjut, MK menilai pemohon tidak dapat membuktikan adanya korelasi antara dugaan politik uang dengan perolehan suara pasangan calon nomor urut 2, Andi Sumangerukka-Hugua. Selain itu, laporan yang sempat diajukan oleh Ashabul Akram pun tidak dapat ditindaklanjuti karena tidak terbukti sebagai pelanggaran.
"Dengan demikian, dalil pemohon yang menyatakan bahwa telah terjadi pelanggaran administratif yang bersifat terstruktur, sistematis, dan masif tidak relevan untuk dipertimbangkan lebih lanjut," tambah Arsul.
MK menegaskan bahwa bukti yang diajukan pemohon tidak cukup meyakinkan untuk membuktikan adanya praktik politik uang yang dapat mempengaruhi hasil Pilgub Sultra 2024.
Sebelumnya, La Ode Muhammad Ihsan Taufik secara sepihak mencabut gugatan sengketa Pilgub Sultra tanpa berdiskusi dengan calon gubernur pasangannya, Tina Nur Alam, maupun kuasa hukumnya, Didi. Keputusan ini sempat menjadi sorotan dalam sidang MK.
"Jadi ada surat masuk ke kami, 'Saya merupakan Cawagub Sultra pada Pilkada 2024 berpasangan dengan Tina Nur Alam, sebagaimana keputusan KPU. Selanjutnya, pada intinya saya memutuskan untuk menarik permohonan sengketa pilkada yang sudah diajukan ke MK dengan akta pengajuan nomor 252'," kata Hakim MK Saldi Isra dalam sidang pada 10 Januari 2025.
Saat ditanya oleh hakim, Ihsan mengakui bahwa ia mencabut gugatan tanpa berkonsultasi dengan Tina Nur Alam maupun kuasa hukumnya.
"Saya mencabut sendiri," ujar Ihsan dalam persidangan.
Dengan keputusan MK ini, hasil Pilgub Sultra 2024 yang memenangkan pasangan Andi Sumangerukka-Hugua tetap berlaku tanpa perubahan.
- Penulis :
- Ahmad Ryansyah