
Pantau - Puasa merupakan salah satu ibadah utama dalam Islam yang memiliki aturan-aturan tertentu, termasuk hal-hal yang dapat membatalkan puasa. Namun, bagaimana jika seseorang yang sedang berpuasa tidak sengaja terluka akibat pisau dan mengalami pendarahan? Apakah puasanya tetap sah atau justru batal? Pertanyaan ini sering muncul di tengah masyarakat, terutama saat menjalankan ibadah puasa di bulan Ramadan. Untuk memahami hukumnya, mari kita telaah lebih lanjut berdasarkan sumber-sumber fiqih yang terpercaya.
Luka dan Berdarah Saat Puasa, Apakah Membatalkan?

Menurut pandangan para ulama sebagaimana dilansir dari NU Online, luka dan keluarnya darah dari tubuh tidak termasuk dalam kategori yang dapat membatalkan puasa. Hal ini sesuai dengan penjelasan dalam Kitab Matan Abi Syuja’, yang menyebutkan sepuluh hal yang membatalkan puasa, yaitu:
- Masuknya benda ke dalam tubuh dengan sengaja melalui lubang terbuka seperti mulut dan hidung.
- Masuknya benda ke dalam kepala.
- Pengobatan melalui qubul dan dubur.
- Muntah dengan sengaja.
- Berhubungan suami istri dengan sengaja.
- Keluarnya sperma karena bersentuhan kulit.
- Haid.
- Nifas.
- Hilang akal/kesadaran, seperti gila.
- Murtad (keluar dari Islam).
Karena luka akibat pisau atau benda tajam lainnya tidak termasuk dalam kategori di atas, maka puasa seseorang yang mengalami hal tersebut tetap sah dan tidak batal.
Baca juga: Mencicipi Hasil Masakan Saat Berpuasa, Hukumnya Bagaimana?
Penjelasan dari Kitab Fiqih Mengenai Luka Saat Puasa
Syihabuddin Ahmad Al-Qulyubi dalam kitab Hasyiyah Qalyubi wa Umairah, Juz II, Halaman 56 menjelaskan bahwa jika seseorang mengalami luka akibat sayatan pisau atau benda tajam hingga menembus daging atau sumsum, maka puasanya tetap sah. Hal ini karena bagian tubuh yang terluka tidak termasuk dalam kategori rongga yang terbuka.
Beliau menjelaskan:
Jika dia memasukkan obat karena luka pada betis ke dalam daging, atau menusukkan pisau ke dalamnya hingga sampai ke sumsum, maka tidak batal puasanya, karena itu bukan rongga badan. Jika dia menusuk dirinya sendiri, atau ada orang lain yang menusuknya atas seizinnya, dan pisaunya ditancapkan sampai pada bagian rongga dalam perut, maka hal itu membatalkan puasa.
Dari penjelasan ini, dapat dipahami bahwa luka yang tidak sampai ke rongga dalam tubuh tidak membatalkan puasa.
Bagaimana dengan Pendarahan Saat Puasa?
Selain luka, pendarahan juga sering menimbulkan pertanyaan terkait keabsahan puasa. Salah satu contoh kasus yang sering dikaitkan dengan pendarahan adalah bekam, yaitu metode pengobatan tradisional yang mengeluarkan darah kotor dari tubuh.
Mayoritas ulama berpendapat bahwa bekam tidak membatalkan puasa dan tidak termasuk dalam hal yang dilarang saat berpuasa. Pendapat ini didukung oleh pernyataan Abul Hasan Ali Al Mawardi dalam kitab Al-Hawil Kabir Juz III, Halaman 461:
Adapun bekam, tidak membatalkan puasa orang yang berpuasa, dan tidak dimakruhkan, demikian pendapat sebagian besar sahabat dan ahli fiqih.
Namun, terdapat juga pendapat yang menyatakan bahwa bekam makruh bagi orang yang berpuasa. Alasannya bukan karena bekam membatalkan puasa, tetapi karena dapat menyebabkan tubuh menjadi lemas dan berpotensi membuat seseorang tidak mampu menjalankan puasa dengan baik.
Baca juga: 5 Tips Mencegah Dehidrasi Saat Puasa, Simak di Sini!
Kesimpulan
Berdasarkan berbagai pendapat ulama, dapat disimpulkan bahwa seseorang yang tidak sengaja terluka hingga berdarah saat berpuasa tetap sah puasanya. Luka akibat sayatan pisau atau benda tajam tidak termasuk dalam hal yang membatalkan puasa, selama tidak menembus rongga dalam tubuh. Demikian pula, keluarnya darah dari tubuh, seperti dalam proses bekam, tidak membatalkan puasa menurut mayoritas ulama.
Oleh karena itu, bagi siapa pun yang mengalami luka ringan saat berpuasa, tidak perlu khawatir karena puasanya tetap sah. Namun, tetap perlu menjaga kesehatan dan berhati-hati agar ibadah puasa dapat dijalankan dengan maksimal. Semoga penjelasan ini dapat memberikan pemahaman yang lebih jelas dan bermanfaat bagi kita semua dalam menjalankan ibadah puasa dengan penuh keimanan dan ketakwaan.
- Penulis :
- Latisha Asharani










