
Pantau - Bulan Ramadan adalah momen istimewa bagi umat Islam di seluruh dunia. Selain menjalankan ibadah puasa, banyak orang memanfaatkan bulan suci ini untuk meningkatkan ibadah dan mempererat hubungan sosial. Salah satu fenomena yang kerap muncul di media sosial selama Ramadan adalah meningkatnya unggahan konten kuliner. Mulai dari ulasan makanan, rekomendasi tempat berbuka puasa, hingga berbagai resep masakan, konten semacam ini menjadi hiburan tersendiri di tengah hari-hari berpuasa.
Namun, muncul pertanyaan terkait etika berbagi konten kuliner selama Ramadan. Apakah wajar mengunggah makanan di media sosial saat banyak orang sedang menahan lapar dan dahaga? Apakah hal ini sekadar hiburan atau justru bisa menjadi gangguan bagi mereka yang berpuasa? Untuk menjawab pertanyaan tersebut, berikut pandangan dari Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) bidang Dakwah dan Ukhuwah, K.H. Cholil Nafis.
Fenomena Konten Kuliner di Media Sosial Saat Ramadan

Konten kuliner, baik dalam bentuk ulasan makanan maupun resep masakan, menjadi salah satu jenis unggahan yang sering muncul di media sosial. Tren ini semakin meningkat selama bulan Ramadan ketika umat Islam berpuasa. Tidak hanya di media sosial, dalam grup percakapan atau komunitas online pun sering ditemukan anggota yang membagikan konten kuliner, baik untuk memberikan informasi, inspirasi, atau sekadar hiburan.
Baca juga: Ini Waktu Terbaik Minum Kopi saat Puasa Ramadan
Menurut K.H. Cholil Nafis sebagaimana dilansir dari ANTARA, fenomena ini tidak selalu negatif. Ada berbagai alasan mengapa seseorang mengunggah konten makanan di media sosial, di antaranya:
- Untuk keperluan bisnis atau promosi usaha kuliner.
- Berbagi informasi mengenai resep masakan yang bisa menjadi inspirasi bagi banyak orang.
- Sebagai hiburan ringan atau lelucon untuk menyegarkan suasana.
Etika Membagikan Konten Kuliner Saat Ramadan

Meski membagikan konten makanan di media sosial bukanlah hal yang dilarang, tetap ada batasan yang perlu diperhatikan agar tidak menimbulkan dampak negatif bagi orang lain. K.H. Cholil Nafis mengingatkan bahwa dalam bermedia sosial, seseorang harus tetap bersikap cerdas, ramah, dan santun. Media sosial sebaiknya diperlakukan seperti ruang perbincangan nyata, di mana setiap individu hadir dengan penuh kesadaran akan dampak dari unggahannya.
Ia juga menegaskan bahwa bercanda dalam batas wajar diperbolehkan, tetapi jika sudah berlebihan, hal tersebut bisa berdampak buruk. Dalam bahasa Arab ada pepatah:
"Idza tajawazal amru anhaddihi, in'akasa ila biddihi"
Artinya, jika sesuatu melewati batasnya, maka kebaikan itu bisa berubah menjadi keburukan. Oleh karena itu, penting bagi setiap individu untuk menyaring konten yang akan dibagikan dan memastikan bahwa unggahan tersebut tidak menyinggung atau mengganggu orang lain.
Apakah Konten Kuliner Bisa Membatalkan Puasa?
Ada anggapan bahwa melihat konten makanan di media sosial bisa membuat seseorang tergoda dan akhirnya membatalkan puasanya. Menanggapi hal ini, K.H. Cholil Nafis menjelaskan bahwa batalnya puasa adalah tanggung jawab pribadi. Jika seseorang membatalkan puasanya hanya karena melihat gambar atau video makanan, maka yang bersangkutanlah yang menanggung dosanya. Sementara itu, orang yang mengunggah konten tidak akan ikut menanggung dosa selama niatnya bukan untuk menggoda orang lain agar membatalkan puasa.
"Ya mungkin juga orang mengunggah makanan di media sosialnya untuk berjualan atau bisa juga membagikan informasi tentang resep masakan. Tapi, menurut saya keterlaluan apabila seseorang membatalkan puasa hanya karena melihat konten makanan di media sosial." ujarnya.
Namun demikian, sebagai bentuk kepedulian sosial, sebaiknya pengunggah konten tetap mempertimbangkan waktu dan cara membagikan konten kuliner. Misalnya, lebih baik mengunggah konten makanan menjelang waktu berbuka puasa dibandingkan di pagi atau siang hari saat orang masih dalam kondisi lapar.
Baca juga: Tradisi Kuliner Ramadan di Berbagai Negara: Dari Kurma Hingga Kolak
Kesimpulan
Konten kuliner di media sosial selama Ramadan adalah fenomena yang tidak bisa dihindari. Di satu sisi, unggahan ini bisa menjadi hiburan, sumber informasi, atau bahkan peluang bisnis bagi banyak orang. Namun di sisi lain, perlu ada etika dan kesadaran dalam membagikan konten agar tidak menimbulkan ketidaknyamanan bagi orang lain.
Setiap individu memiliki tanggung jawab untuk menjaga adab dalam bermedia sosial, termasuk saat membagikan konten makanan. Dengan menyesuaikan waktu unggahan, menyaring isi konten, serta memahami batasan bercanda, kita bisa menciptakan lingkungan digital yang lebih sehat dan harmonis selama Ramadan. Semoga kita semua bisa menjalani bulan suci ini dengan penuh kesabaran dan kebijaksanaan, serta tetap menjaga nilai-nilai kebaikan dalam setiap tindakan, termasuk di dunia maya.
- Penulis :
- Latisha Asharani








