
Pantau - Anggota Fraksi PDIP, Hendrawan Supratikno menyampaikan keprihatinannya terkait potensi kegaduhan yang mungkin terjadi jika revisi UU MD3 hanya fokus pada perubahan pasal terkait pemilihan Ketua DPR periode berikutnya.
Menurut Hendrawan, aturan pemilihan Ketua DPR saat ini diatur berdasarkan urutan perolehan kursi terbanyak di DPR. Hal ini telah menetapkan PDIP sebagai partai politik dengan perolehan suara terbanyak.
"Dalam revisi terhadap pasal tersebut, kemungkinan akan menimbulkan kegaduhan," ujar Hendrawan pada Rabu (3/4/2024).
Hendrawan menjelaskan bahwa pasal yang dimaksud adalah Pasal 427D dalam UU Nomor 2 Tahun 2018 tentang MD3, yang merupakan revisi kedua dari UU MD3 tahun 2014.
Pasal tersebut menetapkan mekanisme penentuan pimpinan DPR berdasarkan urutan perolehan kursi terbanyak di DPR.
Hendrawan juga mengingatkan tentang dinamika politik yang terjadi setelah Pilpres 2014, di mana Koalisi Merah Putih (KMP) berusaha merebut kursi Ketua DPR.
"Pada waktu itu, terjadi polarisasi di parlemen antara Koalisi Indonesia Hebat (KIH) dan Koalisi Merah Putih (KMP). KMP yang mengalami kekalahan dalam Pilpres, berupaya untuk mengendalikan parlemen dengan mengubah aturan yang tercantum dalam UU MD3," jelasnya.
Menurut Hendrawan, jika dilakukan revisi terhadap UU MD3, sebaiknya dilakukan pada aspek lainnya. Contohnya, peningkatan kekuatan Badan Akuntabilitas Keuangan Negara (BAKN), yang merupakan salah satu Alat Kelengkapan Dewan (AKD) di DPR.
"Idealnya, keanggotaan BAKN yang sekarang hanya sembilan anggota dapat ditambah. Selain itu, kewenangan mereka juga perlu diperjelas agar fungsinya dapat dioptimalkan," tambahnya.
Selain itu, ia juga mendorong adanya penyesuaian terhadap pimpinan MPR, yang saat ini terdiri dari sepuluh wakil ketua yang mewakili fraksi dan kelompok anggota.
"Ini juga perlu dipertimbangkan. Dengan demikian, struktur tersebut dapat lebih efisien, misalnya dengan mengurangi jumlahnya menjadi lima orang," tandasnya.
- Penulis :
- Aditya Andreas