
Pantau - Guru Besar Ilmu Politik Universitas Padjadjaran (Unpad) Sri Zul Chairiyah mengusulkan pembentukan tim independen untuk menyeleksi pasangan calon presiden dan wakil presiden setelah penghapusan ketentuan ambang batas pencalonan presiden dan wakil presiden (presidential threshold).
Menurut Prof. Sri Zul Chairiyah, tim independen yang terdiri dari akademikus, ekonom, hingga praktisi hukum dapat membantu meminimalkan jumlah pasangan calon yang akan maju dalam pemilihan. Ia menekankan bahwa tim ini tidak boleh melibatkan perwakilan partai politik.
"Tim independen ini akan bertugas untuk menilai kelayakan pasangan calon, berdasarkan kesiapan mereka untuk memimpin negara. Setelah itu, partai politik dapat mendeklarasikan pasangan calon yang telah diseleksi," ujar Prof. Sri Zul di Jakarta pada Senin (6/1/2025).
Baca Juga:
Ambang Batas Dihapus, Pakar Politika Sarankan Penambahan Syarat Kapabilitas bagi Calon Presiden
Lebih lanjut, Prof. Sri Zul mengusulkan agar persyaratan pencalonan presiden dan wakil presiden diperketat. Beberapa persyaratan yang diajukan antara lain usia minimal 40 tahun dan maksimal 70 tahun, serta minimal gelar pendidikan S-2 untuk menunjukkan kualitas pendidikan dan pola pikir yang lebih baik.
Selain itu, calon presiden dan wakil presiden juga disarankan untuk tidak pernah terjerat masalah hukum, baik pidana maupun perdata sebelumnya, dan telah menjadi anggota partai politik setidaknya selama 3 hingga 5 tahun. Hal ini diharapkan dapat menghindari calon yang hanya bergabung dengan partai politik untuk tujuan pencalonan semata, serta memastikan kualitas kader yang dipilih.
Prof. Sri Zul menegaskan bahwa pengetatan persyaratan ini bertujuan agar rakyat dapat merasakan keadilan dalam proses pencalonan. "Rakyat harus merasa bahwa posisi presiden dan wakil presiden negara ini diisi oleh calon yang memiliki kualitas dan kelayakan, sama halnya dengan persyaratan yang ketat bagi ASN," ujarnya.
Sebelumnya, pada Kamis (2/1), Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan untuk menghapus presidential threshold yang tertuang dalam Pasal 222 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum. MK menyatakan bahwa ketentuan tersebut bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan melanggar hak konstitusional partai politik untuk mengusulkan pasangan calon presiden dan wakil presiden.
MK juga mencatat bahwa ketentuan presidential threshold telah mengarah pada polarisasi politik yang berisiko membelah masyarakat, sehingga perlu adanya perubahan dalam sistem pencalonan presiden dan wakil presiden untuk menciptakan pemilu yang lebih inklusif dan demokratis.
- Penulis :
- Ahmad Ryansyah