Pantau Flash
HOME  ⁄  Politik

Pakar Nilai Penghapusan Ambang Batas Memperkuat Kedaulatan Rakyat dan Mengurangi Polarisasi Politik

Oleh Ahmad Ryansyah
SHARE   :

Pakar Nilai Penghapusan Ambang Batas Memperkuat Kedaulatan Rakyat dan Mengurangi Polarisasi Politik
Foto: Ketua Mahkamah Konstitusi Suhartoyo (tengah) didampingi anggota Wakil Ketua MK Saldi Isra (kiri) dan Hakim Konstitusi Arief Hidayat (kanan) berbincang saat berlangsungnya sidang putusan uji materi undang-undang di Gedung Mahkamah Konstitusi, Jakarta, Kamis (2/1/2025). ANTARA FOTO/Fauzan/rwa.

Pantau - Guru Besar Ilmu Politik Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) Prof. Gonda Yumitro menyambut positif penghapusan ambang batas pencalonan presiden dan wakil presiden (presidential threshold) oleh Mahkamah Konstitusi (MK). Menurutnya, keputusan ini dapat memperkuat prinsip kedaulatan rakyat dalam sistem demokrasi Indonesia.

Prof. Gonda menilai bahwa penghapusan presidential threshold akan mengurangi potensi polarisasi politik yang sering muncul akibat terbatasnya pilihan pasangan calon presiden dan wakil presiden, seperti yang terjadi pada pemilu sebelumnya yang hanya diikuti oleh dua pasangan calon.

"Putusan MK ini membuka peluang yang lebih besar bagi partai politik untuk mencalonkan pasangan calon presiden dan wakil presiden, tanpa terhalang ambang batas yang mengurangi inklusivitas. Ini akan mengedepankan asas keadilan dan memperkuat kedaulatan rakyat," ujar Prof. Gonda saat dihubungi, Senin (6/1/2025).

Baca Juga:
Kata Jokowi soal MK Hapus Presidential Threshold: Harapannya Seperti Itu
 

Menurutnya, putusan ini juga merupakan langkah penting dalam reformasi demokrasi Indonesia, di mana partai politik, dari yang besar hingga yang kecil, memiliki kesempatan yang lebih setara dalam mengajukan calon untuk kepemimpinan negara.

Namun, Prof. Gonda mengingatkan bahwa keputusan ini membawa tantangan tersendiri, salah satunya adalah munculnya banyak pasangan calon, yang bisa membuat kampanye dan konsensus politik pasca-pemilu menjadi lebih rumit. Untuk itu, menurutnya, diperlukan mekanisme pembatasan jumlah pasangan calon dengan syarat tertentu untuk menjaga stabilitas demokrasi.

"Revisi Undang-Undang Pemilu dan pengaturan teknis lanjutan sangat diperlukan untuk memastikan pencalonan presiden dan wakil presiden tetap efektif, adil, dan tidak membingungkan pemilih, mengingat tingkat literasi politik masyarakat Indonesia yang masih perlu ditingkatkan," tambahnya.

Selain itu, Prof. Gonda mengingatkan agar partai politik berupaya untuk meningkatkan literasi politik masyarakat, agar mereka dapat berperan aktif dalam demokrasi dan melakukan kontrol politik yang baik. Dia juga mendorong partai politik untuk menjalankan proses internal yang transparan dan efektif, guna menghasilkan kandidat terbaik.

Sebelumnya, Mahkamah Konstitusi (MK) menghapus ketentuan presidential threshold pada Pasal 222 Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum. Putusan tersebut dianggap bertentangan dengan Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, karena menghalangi hak konstitusional partai politik untuk mengusulkan pasangan calon presiden dan wakil presiden, terutama bagi partai yang tidak memenuhi persentase suara sah atau jumlah kursi di DPR pada pemilu sebelumnya.

MK juga mengingatkan bahwa pengaturan presidential threshold yang terbatas menyebabkan pemilu presiden dan wakil presiden selalu hanya diikuti dua pasangan calon, yang bisa memperburuk polarisasi dan mengancam keutuhan negara jika tidak diantisipasi.

Penulis :
Ahmad Ryansyah