Pantau Flash
HOME  ⁄  Politik

Seruan Mundur Berjamaah Menggema di DPR dari Politikus PDIP

Oleh Muhammad Rodhi
SHARE   :

Seruan Mundur Berjamaah Menggema di DPR dari Politikus PDIP
Foto: Anggota Komisi II DPR dari Fraksi PDIP, Deddy Yevry Sitorus

Pantau - Suasana panas menyelimuti rapat evaluasi pelaksanaan Pilkada 2024 di Gedung DPR RI, Kamis (27/2/2025). Anggota Komisi II DPR dari Fraksi PDIP, Deddy Yevry Sitorus, melontarkan seruan dramatis agar seluruh pejabat KPU, Bawaslu, Kemendagri, hingga anggota DPR sendiri mundur berjamaah, buntut putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang memerintahkan pemilihan ulang di 24 daerah.

Deddy bahkan menyatakan siap mundur sebagai bentuk pertanggungjawaban atas kegagalan kolektif dalam penyelenggaraan Pilkada 2024. "Saya enggak tahu, kita punya hak enggak untuk duduk lagi di ruangan ini semua. Kalau kita budaya malu, saya kira wajar kita mundur semua," tegas Deddy dalam rapat tersebut.

Kegagalan Sistematis dalam Pilkada 2024

Dalam rapat yang dihadiri KPU, Bawaslu, dan Kemendagri itu, Deddy menilai putusan MK menjadi tamparan keras bagi seluruh pihak yang terlibat dalam penyelenggaraan pemilu. Menurutnya, kegagalan ini bukan hanya milik KPU dan Bawaslu, tetapi juga menjadi tanggung jawab DPR, pemerintah, dan penegak hukum.

"KPU, Bawaslu, Mendagri, Kapolri, gagal kita ini. DPR juga. Supaya adil. Enggak apa-apa, kalau kita perlu mundur berjamaah saya siap. Supaya sebagai tanggung jawab kita kepada bangsa ini loh," tambahnya.

Baca juga: Kritik Keras Penyelenggara Pemilu, Deddy Sitorus: Pilkada 2024 Terburuk Sepanjang Sejarah!

Anggaran PSU, Beban Rakyat yang Kian Berat

Deddy turut menyoroti beban anggaran pemungutan suara ulang (PSU) yang kini harus ditanggung rakyat melalui anggaran pemerintah daerah. Padahal, ia menilai PSU sepenuhnya terjadi akibat kelalaian KPU dan Bawaslu.

Ia menyebut bahwa hampir 60 persen pelaksanaan Pilkada 2024 bermasalah. Dari 545 daerah yang menggelar pilkada, terdapat 310 permohonan sengketa di MK. Sementara itu, dari 235 pilkada yang tidak dibawa ke MK, 37 di antaranya diwarnai kotak kosong.

"198 daerah itu bukan berarti tidak bermasalah, either pelanggarannya terlalu masif sehingga tidak bisa dibuktikan atau orang udah capek," ungkapnya.

Deddy juga mengingatkan bahwa tingginya biaya politik dalam kontestasi pemilu menjadi akar dari praktik korupsi yang marak di kalangan kepala daerah. "Rakyat disuruh bayar lagi, kepala daerah disuruh tarung lagi. Dari mana uangnya? Minjem, jual, gadai," katanya.

Membangun Budaya Tanggung Jawab

Seruan mundur berjamaah yang dilontarkan Deddy Yevry Sitorus mencerminkan kegelisahan mendalam atas kualitas demokrasi dan tata kelola pemerintahan di Indonesia. Di tengah panasnya rapat evaluasi tersebut, belum ada respons resmi dari KPU, Bawaslu, maupun Kemendagri terkait seruan tersebut.

Namun, sikap tegas Deddy bisa menjadi momentum untuk membangun budaya politik yang lebih bertanggung jawab dan berintegritas. Masyarakat kini menanti langkah konkret dari para pejabat publik, apakah sekadar retorika atau benar-benar siap menunjukkan contoh nyata dalam mempertanggungjawabkan kegagalan tersebut.

Penulis :
Muhammad Rodhi