Pantau Flash
HOME  ⁄  Teknologi

Jadi Organisasi Islam Terbesar, Ini Peran NU dalam Digitalisasi Perpustakaan

Oleh Ahmad Munjin
SHARE   :

Jadi Organisasi Islam Terbesar, Ini Peran NU dalam Digitalisasi Perpustakaan
Foto: Ilustrasi - Perpustakaan digital. (iStockphoto.com)

Pantau – Di era digital, Nahdlatul Ulama (NU), sebagai organisasi Islam terbesar di Indonesia berperan besar dalam melestarikan dan menyebarkan literatur kajian Islam. Salah satunya, melalui digitalisasi perpustakaan.

NU dinilai dapat memanfaatkan perpustakaan digital sebagai sarana memperluas akses terhadap literatur Islam. Di antaranya adalah kitab klasik, fatwa, dan kajian keislaman yang relevan bagi umat Muslim di Indonesia bahkan dunia.

Hal itu terungkap dalam Workshop Pengembangan Pengkajian dan Kepustakaan bagi Warga Nahdlatul Ulama di Provinsi DKI Jakarta. Kegiatan diselenggarakan di Jakarta, Minggu (13/10/2024) oleh Lembaga Kajian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (Lakpesdam) Pengurus Wilayah NU (PWNU) DKI Jakarta dengan tema ‘Peran NU dalam Pelestarian Literatur Kajian Islam melalui Perpustakaan Digital’. 

Kegiatan dihadiri Ketua PWNU DKI Jakarta, KH Samsul Ma'arif, Wakil Ketua PWNU DKI Jakarta, KH Abd Aziz Sua'edi, Sekretaris PWNU DKI Jakarta KH Muhamad Bahaudin dan Wasekjen PWNU DKI Jakarta, KH Rifki Muhyidin serta Ketua Lakpesdam PWNU DKI Jakarta, Dr KH Khalilurrahman, MA, QIA, CRMO.

Baca juga: Ketua PBNU Pastikan Cabang Tak Ikut Wacana Muktamar Luar Biasa NU: Didengungkan Segelintir Pengangguran

“Digitalisasi kajian Islam dan perputakaan Islam sangat penting dalam menjawab kemajuan teknologi serta memudahkan masyarakat mengakses kajian-kajian keislaman secara mudah dan dapat dipertanggungjawabkan sumber-sumbernya,” kata Kiai Khalilurrahman saat memberikan sambutan.

Peran NU dalam Pelestarian Literatur Kajian Islam melalui Perpustakaan Digital
Ketua Lakpesdam PWNU DKI Jakarta, Dr KH Khalilurrahman, MA, QIA, CRMO saat memberikan sambutan dalam Workshop Pengembangan Pengkajian dan Kepustakaan bagi Warga Nahdlatul Ulama di Provinsi DKI Jakarta. Kegiatan bertajuk ‘Peran NU dalam Pelestarian Literatur Kajian Islam melalui Perpustakaan Digital’ itu diselenggarakan di Jakarta, Minggu (13/10/2024). (Pantau/Pengurus PWNU DKI Jakarta)

Pelestarian Literatur Islam melalui Perpustakaan Digital

Turut hadir sebagai pembicara, Kepala Cyber Library Universitas Nasional (Unas), Dr Arie Gunawan, SKom, MMSI. Ia mengungkapkan peran NU dalam pelestarian literatur kajian islam melalui perpustakaan digital. Salah satunya, digitalisasi manuskrip Islam klasik.

“NU dapat memimpin dalam digitalisasi kitab-kitab klasik Islam, sehingga dapat diakses lebih luas oleh umat,” ujarnya.

Selain itu, sambung dia, NU berperan dalam penyebaran literatur moderat. 

“Dengan perpustakaan digital, NU dapat memastikan literatur Islam moderat yang mendukung prinsip Islam yang rahmatan lil 'alamin tersedia secara global,” papar Arie.

Baca juga: Said Aqil Bilang PKB Makin Kuat Usai Dikritik PBNU

Lebih jauh ia menyoroti peran NU dalam pendidikan dan penelitian. “NU dapat memfasilitasi akses terhadap bahan-bahan keislaman yang mendukung pendidikan dan penelitian bagi generasi muda,” tuturnya.

Strategi Pengembangan Perpustakaan Digital NU

Ia pun, meyodorkan strategi pengembangan perpustakaan digital NU. Pertama, kerjasama dengan lembaga pendidikan dan pemerintah. 

“Menggagas kolaborasi antara NU, lembaga pendidikan tinggi Islam, dan pemerintah untuk mempercepat digitalisasi literatur kajian Islam,” ucapnya.

Kedua, penyediaan pelatihan teknologi untuk pengelola perpustakaan dengan mengembangkan kapasitas para pengelola perpustakaan dalam hal teknologi informasi, digitalisasi, dan pengelolaan perpustakaan digital. 

Baca juga: Muktamar PKB Dipercepat, Ada Hubungan Konflik dengan PBNU?

Ketiga, membangun infrastruktur teknologi yang mendukung, seperti investasi dalam server, software perpustakaan digital, serta platform online yang mudah diakses oleh masyarakat umum. 

“Itulah tiga strategi yang sekiranya dapat jadi acuan dalam pengembangan perpustakaan digital NU,” imbuhnya tandas.

Sejumlah Isu yang Wajib Direspons NU

Guru Besar Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, Profesor Khamami Zada mengatakan, kehadiran teknologi digital memberikan akses yang sangat mudah dan cepat bagi masyarakat luas yang memiliki akses internet.

“Kondisi ini memberikan manfaat bagi umat Muslim, yang sekarang dapat dengan mudah mencari informasi tentang ajaran agama, teks suci Alquran, hadis, tafsir, fikih dan kajian keagamaan lainnya,” papar dia.

Situs website, aplikasi, dan platform media sosial, sambung Khamami, telah memungkinkan para ulama, dai, dan pemuka agama untuk menjangkau umat secara lebih luas serta berinteraksi dengan mereka secara langsung.

Ia lantas mengungkapkan sejumlah isu yang harus NU perhatikan. Salah satunya, soal autentisitas informasi di mana informasi agama yang tidak benar atau keliru dapat dengan mudah menyebar di dunia digital.

Baca juga: Ogah Penuhi Panggilan Pansus PBNU, Sekjen PKB: Kayak Dagelan Aja!

Kedua, ia menyoroti soal etika dan keamanan di mana penggunaan media sosial dan teknologi memunculkan isu tersebut.

Ketiga, soal ketergantungan teknologi. Sebab, ketergantungan yang berlebihan pada teknologi dapat mengarah pada alienasi sosial. 

Keempat, kekhawatiran privasi di mana aplikasi dan platform digital menghadirkan kekhawatiran tentang privasi data pengguna dan bagaimana data tersebut digunakan.

Peringkat Negara dengan Minat Baca Tertinggi

Sementara Kiai Bahaudin mengungkapkan peringkat negara dengan minat baca tertinggi di dunia, yaitu: 1. Finlandia, 2. Norwegia, 3. Islandia, 4. Denmark, 5. Swedia, 6. Swiss, 7. Amerika Serikat, 8. Jerman, 9. Latvia, dan 10. Belanda. Sedangkan Indonesia, bertengger di ranking 60.

“Indonesia peringkat ke-60 dari 61 negara dalam minat baca, di atas Botswana dan di bawah Thailand,” ungkap dia.

Menurutnya, peringkat tersebut masih menjadi PR bagi semua stakeholder, termasuk NU. 

“Sebab, tujuan kita bernegara NKRI antara lain memajukan kesejahteraan umum dan mencerdaskan kehidupan bangsa,” ucapnya tandas.

Baca juga: Makin Panas! PKB dan PBNU Kini Saling Lempar Tudingan Perihal Aksi Demo

Ia lantas mengutip data Perpustakaan Nasional dan menunjukkan provinsi yang paling suka membaca, yakni: 1. Yogyakarta (72,29 poin), 2. Jawa Tengah (70,96), 3. Jawa Barat (70,1), 4. Jakarta (68,71) dan 5. Jawa Timur (68,54).

Masyarakat Urban Lebih Melek Teknologi

Dalam konteks perpustakaan digital di DKI Jakarta, Kiai Rifki Muhyidin yang akrab disapa Gus Rifki menyoroti kecenderungan kultur kaum urban yang lebih melek teknologi dan komunikasi dibandingkan masyarakat Betawi sendiri.

Menurutnya, kultur masyarakat Betawi dan kaum urban memiliki ciri-ciri dan dinamika yang berbeda, terutama karena latar belakang sejarah, sosial, dan ekonomi yang berbeda antara keduanya. 

“Namun, perlu dicatat bahwa perbedaan ini tidak mutlak dan seringkali terdapat interaksi dan saling pengaruh antara kultur masyarakat Betawi dan kaum urban, terutama di lingkungan perkotaan yang heterogen,” imbuhnya.

Baca juga: Dipanggil PBNU, Lukman Edy Akui Tak Bahas Pansus Haji

Penulis :
Ahmad Munjin
Editor :
Ahmad Munjin