
Pantau - Utang Anies Baswedan sebesar Rp50 miliar kepada Sandiaga Uno untuk keperluan logistik pertarungan Pemilihan Gubernur (Pilgub) DKI 2017 membuat heboh publik.
Direktur Rumah Politik Indonesia Fernando Emas menyatakan, hal tersebut merupakan bukti jika ongkos politik di Indonesia sangatlah mahal.
"Terungkapnya utang Anies Baswedan kepada Sandiaga Uno terkait dengan Pilkada DKI Jakarta 2017 yang lalu semakin membuktikan bahwa biaya politik di Indonesia masih cukup besar," kata Fernando, Kamis (9/2/2023).
Ia menilai, biaya politik yang sangat tinggi ini akan membuka peluang besar untuk melakukan tindakan korupsi saat terpilih menjadi kepala daerah.
Sebab, menurutnya, berdasarkan besaran gaji kepala daerah seperti Gubernur DKI, tidak akan cukup untuk mengembalikan dana yang pernah dikeluarkan.
"Ini juga menjadi pertanyaan kemudian, dari mana biaya Anies Baswedan untuk kepentingan Pilpres 2024 yang pasti biayanya jauh lebih besar," ujarnya.
Berkaca pada hal tersebut, Fernando mempertanyakan, apakah Anies Baswedan akan membangun komitmen terhadap para pemodal ketika memenangkan Pilpres nanti.
"Apakah Anies Baswedan ketika memenangkan pilpres segala kebijakannya akan berpihak terhadap pihak yang membantu pendanaan pada saat pilpres?" tanya Fernando.
Bahkan, ia mengakui, sistem Pilpres secara langsung di Indonesia semakin membuat biaya politik pasangan capres dan cawapres semakin membengkak.
"Belum lagi untuk biaya mahar untuk mendapatkan dukungan dari partai politik agar bisa memenuhi persyaratan sebesar 20 persen dari jumlah kursi di DPR RI," pungkasnya.
Direktur Rumah Politik Indonesia Fernando Emas menyatakan, hal tersebut merupakan bukti jika ongkos politik di Indonesia sangatlah mahal.
"Terungkapnya utang Anies Baswedan kepada Sandiaga Uno terkait dengan Pilkada DKI Jakarta 2017 yang lalu semakin membuktikan bahwa biaya politik di Indonesia masih cukup besar," kata Fernando, Kamis (9/2/2023).
Ia menilai, biaya politik yang sangat tinggi ini akan membuka peluang besar untuk melakukan tindakan korupsi saat terpilih menjadi kepala daerah.
Sebab, menurutnya, berdasarkan besaran gaji kepala daerah seperti Gubernur DKI, tidak akan cukup untuk mengembalikan dana yang pernah dikeluarkan.
"Ini juga menjadi pertanyaan kemudian, dari mana biaya Anies Baswedan untuk kepentingan Pilpres 2024 yang pasti biayanya jauh lebih besar," ujarnya.
Berkaca pada hal tersebut, Fernando mempertanyakan, apakah Anies Baswedan akan membangun komitmen terhadap para pemodal ketika memenangkan Pilpres nanti.
"Apakah Anies Baswedan ketika memenangkan pilpres segala kebijakannya akan berpihak terhadap pihak yang membantu pendanaan pada saat pilpres?" tanya Fernando.
Bahkan, ia mengakui, sistem Pilpres secara langsung di Indonesia semakin membuat biaya politik pasangan capres dan cawapres semakin membengkak.
"Belum lagi untuk biaya mahar untuk mendapatkan dukungan dari partai politik agar bisa memenuhi persyaratan sebesar 20 persen dari jumlah kursi di DPR RI," pungkasnya.
- Penulis :
- Aditya Andreas