
Pantau.com - Rapat Paripurna DPR menyetujui Rancangan Undang-Undang tentang Penerimaan Negara Bukan Pajak (RUU PNBP) menjadi undang-undang.
Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan RUU tersebut sebagai revisi UU Nomor 20 Tahun 1997 tentang PNBP diharapkan mampu mengatasi berbagai permasalahan dalam pengelolaan PNBP.
Menurut dia, permasalahan dan tantangan dalam pengelolaan PNBP tersebut antara lain masih adanya pungutan yang tidak memiliki dasar hukum yang kuat, PNBP yang terlambat atau tidak disetor ke kas negara, maupun penggunaan langsung PNBP yang dilakukan di luar mekanisme APBN.
Baca juga: Jadi Negara Mayoritas Muslim, Keuangan Syariah Indonesia Kalah dengan Thailand
Pokok-pokok penyempurnaan RUU PNBP yang telah disepakati antara lain penyempumaan definisi dan ruang lingkup PNBP dengan menghilangkan berbagai pungutan yang selama ini tidak mempunyai dasar hukum yang jelas.
Objek PNBP juga dikelompokkan menjadi enam klaster yaitu pemanfaatan sumber daya alam, pelayanan, pengelolaan kekayaan negara yang dipisahkan, pengelolaan barang milik negara, pengelolaan dana, dan hak negara lainnya.
Baca juga: DPR dan Menkeu Klaim Segera Selesaikan RUU PNBP, Ini Catatan Pengamat
Pokok penyempurnaan berikutnya yaitu menyangkut pengaturan tarif PNBP dengan mempertimbangkan dampak pengenaan tarif terhadap masyarakat, dunia usaha, pelestarian alam dan lingkungan, sosial budaya, serta aspek keadilan.
"Termasuk pengaturan kebijakan pengenaan tarif sampai dengan Rp0 (nol rupiah) atau nol persen untuk kondisi tertentu," kata Sri Mulyani.
Ketentuan peralihan berupa penyelesaian hak dan kewajiban wajib bayar yang belum diselesaikan sebelum berlakunya RUU, diberikan jangka waktu paling lambat enam bulan sejak RUU PNBP mulai berlaku untuk diselesaikan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan sebelum RUU PNBP.
- Penulis :
- Widji Ananta