
Pantau - Setelah menyalurkan pembiayaan proyek ramah lingkungan alias hijau ribuan triliun pada 2022, Perhimpunan Bank-Bank Nasional (Perbanas) siap menyalurkan pembiayaan serupa terutama untuk proyek yang diperkirakan terus tumbuh ke depan.
Demikian Anggota Perbanas Bidang Pengembangan Hukum dan ESG Achmad Solichin yang juga Direktur Kepatuhan BRI mengungkapkan.
"Kalau misalnya nanti ke depan green project itu makin besar, tentu perbankan dengan segala sumber daya dan resource pasti juga akan mendukung dalam pembiayaannya," katanya dalam webinar Green Economy Forum, di Jakarta, Selasa (6/6/2023).
Ia mengatakan, pada 2022 sebanyak Rp1.299 triliun pembiayaan berkelanjutan disalurkan oleh empat bank besar yakni BRI, Bank Mandiri, BCA, dan BNI.
Namun, dari total pembiayaan tersebut, hanya Rp326 triliun yang disalurkan untuk pembiayaan proyek untuk menyerap emisi karbon, sementara sebagian besar atau sebanyak Rp960 triliun disalurkan untuk mendukung pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM).
"Jadi porsi green project juga belum besar di negara seperti Indonesia. Kalau pertanyaannya adalah kenapa, kami dari Perbanas melihat opportunity pembiayaan green project untuk negara seperti Indonesia ini belum besar," ucapnya.
Pembiayaan proyek energi baru dan terbarukan (EBT) yang bersumber dari angin di Indonesia masih terkendala oleh kondisi iklim karena angin di Indonesia tidak sekencang angin di negara-negara Eropa.
"Kalau kita bicara tenaga surya, kita di iklim tropis hanya ada musim, itu juga terkadang menjadi kendala. Kalau kita bicara di negara-negara empat musim, musim panas mereka lebih panjang," katanya.
Karena itu, untuk meningkatkan pembiayaan berkelanjutan, Perbanas mengharapkan terdapat insentif untuk setiap penerbitan surat utang ramah lingkungan atau green bond.
"Kalau kita ingin pembiayaan untuk proyek hijau makin cepat tersalur, dengan potensi semakin besar ke depan, mari seluruh stakeholder mendukung. Dengan demikian, nanti kalau perbankan terbitkan green bond, perbankan bisa mendapatkan insentif spesial atau diskon," imbuhnya.
Demikian Anggota Perbanas Bidang Pengembangan Hukum dan ESG Achmad Solichin yang juga Direktur Kepatuhan BRI mengungkapkan.
"Kalau misalnya nanti ke depan green project itu makin besar, tentu perbankan dengan segala sumber daya dan resource pasti juga akan mendukung dalam pembiayaannya," katanya dalam webinar Green Economy Forum, di Jakarta, Selasa (6/6/2023).
Ia mengatakan, pada 2022 sebanyak Rp1.299 triliun pembiayaan berkelanjutan disalurkan oleh empat bank besar yakni BRI, Bank Mandiri, BCA, dan BNI.
Namun, dari total pembiayaan tersebut, hanya Rp326 triliun yang disalurkan untuk pembiayaan proyek untuk menyerap emisi karbon, sementara sebagian besar atau sebanyak Rp960 triliun disalurkan untuk mendukung pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM).
"Jadi porsi green project juga belum besar di negara seperti Indonesia. Kalau pertanyaannya adalah kenapa, kami dari Perbanas melihat opportunity pembiayaan green project untuk negara seperti Indonesia ini belum besar," ucapnya.
Pembiayaan proyek energi baru dan terbarukan (EBT) yang bersumber dari angin di Indonesia masih terkendala oleh kondisi iklim karena angin di Indonesia tidak sekencang angin di negara-negara Eropa.
"Kalau kita bicara tenaga surya, kita di iklim tropis hanya ada musim, itu juga terkadang menjadi kendala. Kalau kita bicara di negara-negara empat musim, musim panas mereka lebih panjang," katanya.
Karena itu, untuk meningkatkan pembiayaan berkelanjutan, Perbanas mengharapkan terdapat insentif untuk setiap penerbitan surat utang ramah lingkungan atau green bond.
"Kalau kita ingin pembiayaan untuk proyek hijau makin cepat tersalur, dengan potensi semakin besar ke depan, mari seluruh stakeholder mendukung. Dengan demikian, nanti kalau perbankan terbitkan green bond, perbankan bisa mendapatkan insentif spesial atau diskon," imbuhnya.
- Penulis :
- Ahmad Munjin










