
Pantau - Kejaksaan Agung didesak untuk mendalami, apakah ada korelasi pembengkakan anggaran Badan Aksesibilitas Telekomunikasi dan Informasi (BAKTI) Kominfo dengan arahan Presiden Joko Widodo (Jokowi). Begitu juga dengan kemungkinan adanya oknum di sekitar presiden yang memancing di air keruh.
“Apakah ada oknum di sekitar Presiden yang memanfaatkan situasi tersebut?” kata Anthony Budiawan, Managing Director Political Economy and Policy Studies (PEPS) di Jakarta, Selasa (11/7/2023).
Sebab, menurut informasi publik, Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) nonaktif Johnny Plate hanya menerima aliran korupsi Rp17 miliar. “Jumlah korupsi ini sangat kecil dan janggal, karena jauh lebih kecil dari yang diterima, misalnya, Windu Aji atau Dito Ariotedjo,” ujarnya.
Kalau Johnny Plate sebagai aktor tunggal, sebagai inisiator korupsi, menurut Anthony, dengan mudah dia bisa memperkaya dirinya bergelimang ratusan miliar rupiah. Sebab, setiap satu persen dari anggaran proyek Rp10 triliun, setara dengan Rp100 miliar.
“Kalau dia minta komisi 5 persen, maka dapat Rp500 miliar. Kenapa tidak dilakukan?” tukas dia.
Itulah kejanggalan yang harus dibongkar oleh Kejaksaan Agung. “Apakah Johnny Plate master mind atau penggagas korupsi ini? Atau dia hanya operator dan pengguna anggaran saja, yang kecipratan Rp17 miliar?” ungkap Anthony.
Lebih jauh dia menjelaskan, eksepsi atau nota pembelaan Johnny Plate yang dibacakan di awal persidangan (4/7/2023) mengungkap informasi penting. Karena itu, Kejaksaan Agung harus menanggapi eksepsi tersebut dengan serius. Sebab, eksepsi tersebut mengandung arti sangat mendalam.
“Apakah Johnny Plate master mind korupsi BTS 4G BAKTI atau hanya operator?” Anthony kembali mempertanyakan.
Dalam eksepsinya, Johnny Plate menyebut proyek BTS 4G BAKTI merupakan arahan dari Presiden Jokowi. “Apa artinya? Kenapa Presiden harus memberi arahan? Apa karena belum ada anggarannnya? Logikanya, kalau sudah ada anggarannya di APBN 2020, maka presiden tidak perlu lagi memberi arahan. Karena proyek yang sudah ada anggarannya wajib dilaksanakan,” papar dia.
Selanjutnya, pengacara Johnny Plate, Dion Pongkor, mengatakan, pengadaan BTS 4G periode 2020-2022 merupakan penjabaran pelaksanaan arahan Presiden yang disampaikan dalam berbagai rapat terbatas dan rapat internal kabinet.
Pertama, Presiden minta percepatan transformasi digital bagi pelaku UMKM, yang disampaikan dalam rapat 12 Mei 2020, setelah pandemi, melalui konferensi video. “Apa arti percepatan? Percepatan berarti anggaran belum ada, jadi harus cari sumber dananya?” ujar Anthony.
Kedua, Presiden Jokowi berbicara tentang peta jalan pendidikan tahun 2020-2035, disampaikan pada rapat terbatas kabinet 4 Juni 2020. “Dion Pongkor tidak menyinggung relevansi peta jalan pendidikan dengan proyek BTS 4G BAKTI, apakah perlu dipercepat, meskipun tidak ada anggaran?” timpalnya.
Ketiga, Presiden kembali menyinggung pengadaan infrastruktur komunikasi dalam rapat kabinet 29 Juli 2020 di Istana Merdeka. Kali ini Presiden menjelaskan, ada penambahan ruang fiskal sebesar Rp179 triliun, di mana Rp38 triliun untuk pendidikan, dan Rp 9 triliun untuk kesehatan.
Sisanya, sekitar Rp 131 triliun belum tahu penggunaannya, tetapi hanya boleh dipakai untuk 3 hal, yaitu untuk urusan terkait pangan, kawasan industri, dan Information and Communication Technology (ICT).
Kemudian Presiden minta Menteri Kominfo menyampaikan satu lembar daftar kebutuhan investasi infrastruktur telekomunikasi, dan anggaran yang dibutuhkan.
Arahan Presiden juga eksplisit dinyatakan di dalam BUKU III Himpunan Rencana Kerja dan Anggaran Tahun ANGGARAN 2022, “Anggaran Kemenkominfo pada tahun 2021 tersebut digunakan dalam rangka mendukung arahan Presiden untuk melaksanakan percepatan transformasi digital antara lain untuk penyediaan infrastruktur TIK dan ekosistem digital.”
Berdasarkan eksepsi Johnny Plate dan penjelasan Dion Pongkor, Anthony menyimpulkan, tidak ada rincian dan jumlah anggaran untuk percepatan proyek BTS 4G BAKTI hingga 4 Juni, bahkan 29 Juli 2020, kecuali yang sudah masuk APBN 2020.
Meskipun pemerintah sudah melakukan revisi dua kali, postur dan rincian APBN 2020 (UU Nomor 20 tahun 2019) kembali direvisi dua kali, melalui Perpres No 54/2020 (3 April 2020) dan Perpres Nomor 72/2020 (24 Juni 2020).
Perlu menjadi catatan, kedua Perpres perubahan APBN tersebut tidak melalui persetujuan DPR, yang mana bertentangan dengan konstitusi Pasal 23, bahwa APBN harus ditetapkan dengan undang-undang, setelah mendapat persetujuan dari DPR.
Perpres No 54/2020 (3 April 2020) membuat defisit anggaran naik dari Rp307 triliun menjadi Rp853 triliun. Perpres No72/2020 (24 Juni 2020) membuat defisit anggaran naik lagi menjadi Rp1.039 triliun (6,34 persen dari PDB). Kenaikan defisit anggaran diduga membuat ruang fiskal bertambah Rp197 triliun, seperti dimaksud dengan pernyataan Presiden?
Meskipun belanja negara naik tajam, dari Rp2.540 triliun menjadi Rp2.739 triliun, tetapi tidak ada rincian anggaran sampai ke fungsi, organisasi dan program seperti diwajibkan UU Keuangan Negara.
“Artinya, pemerintah bebas melakukan realokasi mata anggaran, sesukanya, atau sesuai kebutuhannya,” ucap Anthony.
Menurut Rencana Kerja dan Anggaran (RKA) Tahun 2020, anggaran BTS 4G BAKTI Kominfo ditetapkan Rp3,17 triliun, dan diproyeksikan kurang lebih sama untuk tiga tahun ke depan, 2021, 2022, 2023 (Buku III, Himpunan RKA, Formulir II, halaman 49).
Pandemi Covid-19 meledak akhir Februari 2020. Musibah dimanfaatkan untuk memperkaya diri sendiri. Anggaran BAKTI Kominfo menggelembung, tanpa perlu persetujuan DPR, tanpa perlu diperinci, hanya difasilitasi PERPPU No 1 Tahun 2020 / UU No 2 Tahun 2020 tentang Pandemi Covid-19.
Menurut Anthony, anggaran Kominfo direvisi, sangat mudah sekali, cukup dengan mengisi Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA). Anggaran BTS 4G BAKTI 2020 membengkak dari Rp3,17 triliun menjadi Rp5,5 triliun (realisasi), atau Rp2,33 triliun di atas anggaran APBN 2020 (Audit LKPP BPK, Lampiran 2.A, Hal. L.2). Anggaran BTS 4G BAKTI, bahkan melonjak menjadi Rp10,9 triliun pada 2021.
“Ambles pula. Luar biasa. Aji Mumpung?” tukas dia.
Kenaikan belanja BTS 4G BAKTI tersebut, sambung Anthony, tidak bisa tidak, berasal dari dana Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) yang merupakan bagian dari penanggulangan COVID-19. “Tetapi amblas dikorupsi. Untuk itu, hukumannya, harusnya, sangat berat. Bisa kena Pasal 2 ayat (2) UU Tipikor, dengan ancaman hukuman mati,” tuturnya.
Oleh karena itu, lanjut Anthony, Kejaksaan Agung harus mendalami pernyataan Johnny Plate dan pengacaranya, siapa aktor intelektual sebenarnya yang membuat anggaran BTS 4G BAKTI menggelembung, dengan cara (terindikasi kuat) melanggar konstitusi.
Di atas semua itu, kejahatan BTS 4G BAKTI ini dinilai dia sangat tidak nomal yang dilakukan di masa pandemi.
“Mungkin masuk kategori kejahatan luar biasa atau extraordinary crime. Maka itu, Kejaksaan Agung harus bisa bongkar misteri BTS 4G BAKTI yang luar biasa ini. Rakyat menunggu dan mengawasi,” imbuhnya.
“Apakah ada oknum di sekitar Presiden yang memanfaatkan situasi tersebut?” kata Anthony Budiawan, Managing Director Political Economy and Policy Studies (PEPS) di Jakarta, Selasa (11/7/2023).
Korupsi Johnny G Plate Sangat Kecil dan Janggal
Sebab, menurut informasi publik, Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) nonaktif Johnny Plate hanya menerima aliran korupsi Rp17 miliar. “Jumlah korupsi ini sangat kecil dan janggal, karena jauh lebih kecil dari yang diterima, misalnya, Windu Aji atau Dito Ariotedjo,” ujarnya.
Kalau Johnny Plate sebagai aktor tunggal, sebagai inisiator korupsi, menurut Anthony, dengan mudah dia bisa memperkaya dirinya bergelimang ratusan miliar rupiah. Sebab, setiap satu persen dari anggaran proyek Rp10 triliun, setara dengan Rp100 miliar.
“Kalau dia minta komisi 5 persen, maka dapat Rp500 miliar. Kenapa tidak dilakukan?” tukas dia.
Itulah kejanggalan yang harus dibongkar oleh Kejaksaan Agung. “Apakah Johnny Plate master mind atau penggagas korupsi ini? Atau dia hanya operator dan pengguna anggaran saja, yang kecipratan Rp17 miliar?” ungkap Anthony.
Lebih jauh dia menjelaskan, eksepsi atau nota pembelaan Johnny Plate yang dibacakan di awal persidangan (4/7/2023) mengungkap informasi penting. Karena itu, Kejaksaan Agung harus menanggapi eksepsi tersebut dengan serius. Sebab, eksepsi tersebut mengandung arti sangat mendalam.
“Apakah Johnny Plate master mind korupsi BTS 4G BAKTI atau hanya operator?” Anthony kembali mempertanyakan.
Dalam eksepsinya, Johnny Plate menyebut proyek BTS 4G BAKTI merupakan arahan dari Presiden Jokowi. “Apa artinya? Kenapa Presiden harus memberi arahan? Apa karena belum ada anggarannnya? Logikanya, kalau sudah ada anggarannya di APBN 2020, maka presiden tidak perlu lagi memberi arahan. Karena proyek yang sudah ada anggarannya wajib dilaksanakan,” papar dia.
Penjabaran Arahan Presiden
Selanjutnya, pengacara Johnny Plate, Dion Pongkor, mengatakan, pengadaan BTS 4G periode 2020-2022 merupakan penjabaran pelaksanaan arahan Presiden yang disampaikan dalam berbagai rapat terbatas dan rapat internal kabinet.
Pertama, Presiden minta percepatan transformasi digital bagi pelaku UMKM, yang disampaikan dalam rapat 12 Mei 2020, setelah pandemi, melalui konferensi video. “Apa arti percepatan? Percepatan berarti anggaran belum ada, jadi harus cari sumber dananya?” ujar Anthony.
Kedua, Presiden Jokowi berbicara tentang peta jalan pendidikan tahun 2020-2035, disampaikan pada rapat terbatas kabinet 4 Juni 2020. “Dion Pongkor tidak menyinggung relevansi peta jalan pendidikan dengan proyek BTS 4G BAKTI, apakah perlu dipercepat, meskipun tidak ada anggaran?” timpalnya.
Ketiga, Presiden kembali menyinggung pengadaan infrastruktur komunikasi dalam rapat kabinet 29 Juli 2020 di Istana Merdeka. Kali ini Presiden menjelaskan, ada penambahan ruang fiskal sebesar Rp179 triliun, di mana Rp38 triliun untuk pendidikan, dan Rp 9 triliun untuk kesehatan.
Sisanya, sekitar Rp 131 triliun belum tahu penggunaannya, tetapi hanya boleh dipakai untuk 3 hal, yaitu untuk urusan terkait pangan, kawasan industri, dan Information and Communication Technology (ICT).
Menkominfo Diminta Daftar Investasi dan Anggarannya
Kemudian Presiden minta Menteri Kominfo menyampaikan satu lembar daftar kebutuhan investasi infrastruktur telekomunikasi, dan anggaran yang dibutuhkan.
Arahan Presiden juga eksplisit dinyatakan di dalam BUKU III Himpunan Rencana Kerja dan Anggaran Tahun ANGGARAN 2022, “Anggaran Kemenkominfo pada tahun 2021 tersebut digunakan dalam rangka mendukung arahan Presiden untuk melaksanakan percepatan transformasi digital antara lain untuk penyediaan infrastruktur TIK dan ekosistem digital.”
Berdasarkan eksepsi Johnny Plate dan penjelasan Dion Pongkor, Anthony menyimpulkan, tidak ada rincian dan jumlah anggaran untuk percepatan proyek BTS 4G BAKTI hingga 4 Juni, bahkan 29 Juli 2020, kecuali yang sudah masuk APBN 2020.
Meskipun pemerintah sudah melakukan revisi dua kali, postur dan rincian APBN 2020 (UU Nomor 20 tahun 2019) kembali direvisi dua kali, melalui Perpres No 54/2020 (3 April 2020) dan Perpres Nomor 72/2020 (24 Juni 2020).
Perpres Tanpa Persetujuan DPR
Perlu menjadi catatan, kedua Perpres perubahan APBN tersebut tidak melalui persetujuan DPR, yang mana bertentangan dengan konstitusi Pasal 23, bahwa APBN harus ditetapkan dengan undang-undang, setelah mendapat persetujuan dari DPR.
Perpres No 54/2020 (3 April 2020) membuat defisit anggaran naik dari Rp307 triliun menjadi Rp853 triliun. Perpres No72/2020 (24 Juni 2020) membuat defisit anggaran naik lagi menjadi Rp1.039 triliun (6,34 persen dari PDB). Kenaikan defisit anggaran diduga membuat ruang fiskal bertambah Rp197 triliun, seperti dimaksud dengan pernyataan Presiden?
Meskipun belanja negara naik tajam, dari Rp2.540 triliun menjadi Rp2.739 triliun, tetapi tidak ada rincian anggaran sampai ke fungsi, organisasi dan program seperti diwajibkan UU Keuangan Negara.
“Artinya, pemerintah bebas melakukan realokasi mata anggaran, sesukanya, atau sesuai kebutuhannya,” ucap Anthony.
Menurut Rencana Kerja dan Anggaran (RKA) Tahun 2020, anggaran BTS 4G BAKTI Kominfo ditetapkan Rp3,17 triliun, dan diproyeksikan kurang lebih sama untuk tiga tahun ke depan, 2021, 2022, 2023 (Buku III, Himpunan RKA, Formulir II, halaman 49).
Pandemi COVID-19 untuk Memperkaya Diri
Pandemi Covid-19 meledak akhir Februari 2020. Musibah dimanfaatkan untuk memperkaya diri sendiri. Anggaran BAKTI Kominfo menggelembung, tanpa perlu persetujuan DPR, tanpa perlu diperinci, hanya difasilitasi PERPPU No 1 Tahun 2020 / UU No 2 Tahun 2020 tentang Pandemi Covid-19.
Menurut Anthony, anggaran Kominfo direvisi, sangat mudah sekali, cukup dengan mengisi Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA). Anggaran BTS 4G BAKTI 2020 membengkak dari Rp3,17 triliun menjadi Rp5,5 triliun (realisasi), atau Rp2,33 triliun di atas anggaran APBN 2020 (Audit LKPP BPK, Lampiran 2.A, Hal. L.2). Anggaran BTS 4G BAKTI, bahkan melonjak menjadi Rp10,9 triliun pada 2021.
“Ambles pula. Luar biasa. Aji Mumpung?” tukas dia.
Ancaman Hukuman Mati
Kenaikan belanja BTS 4G BAKTI tersebut, sambung Anthony, tidak bisa tidak, berasal dari dana Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN) yang merupakan bagian dari penanggulangan COVID-19. “Tetapi amblas dikorupsi. Untuk itu, hukumannya, harusnya, sangat berat. Bisa kena Pasal 2 ayat (2) UU Tipikor, dengan ancaman hukuman mati,” tuturnya.
Oleh karena itu, lanjut Anthony, Kejaksaan Agung harus mendalami pernyataan Johnny Plate dan pengacaranya, siapa aktor intelektual sebenarnya yang membuat anggaran BTS 4G BAKTI menggelembung, dengan cara (terindikasi kuat) melanggar konstitusi.
Di atas semua itu, kejahatan BTS 4G BAKTI ini dinilai dia sangat tidak nomal yang dilakukan di masa pandemi.
“Mungkin masuk kategori kejahatan luar biasa atau extraordinary crime. Maka itu, Kejaksaan Agung harus bisa bongkar misteri BTS 4G BAKTI yang luar biasa ini. Rakyat menunggu dan mengawasi,” imbuhnya.
- Penulis :
- Ahmad Munjin