Pantau Flash
HOME  ⁄  Ekonomi

Jangan Liar Komentari Rupiah, Ini Penjelasan dari Ahlinya

Oleh Nani Suherni
SHARE   :

Jangan Liar Komentari Rupiah, Ini Penjelasan dari Ahlinya

Pantau.com - Pelemahan rupiah yang terjadi beberapa waktu terakhir, di mana sempat menyentuh angka Rp15.000 per dolar Amerika Serikat, telah menimbulkan pertanyaan apakah Indonesia akan kembali masuk dalam krisis ekonomi dan keuangan.

Pengamat ekonomi Universitas Sam Ratulangi (Unsrat) Manado Agus Tony Poputra memberi jawaban untuk pertanyaan itu. Ia menilai respons berlebihan terhadap opini-opini yang menyudutkan dan seringkali liar.

Respons tersebut berupa membeli dolar atau mata uang asing lainnya untuk spekulasi dan perlindungan aset atau utang secara berlebihan, membeli barang-barang impor, atau berbahan baku impor secara panik, dan respons negatif sejenisnya.

Baca juga: Pengajuan Kartu Kredit Ditolak? Jangan-jangan Anda Sepelekan Hal Ini....

Hakikatnya, nilai tukar suatu mata uang terbentuk melalui suatu mekanisme sederhana, yaitu suplai dan permintaan mata uang asing.

Sepanjang proses tersebut terjadi karena cerminan pasar barang dan jasa, misalnya kegiatan ekspor-impor, investasi langsung asing, maupun transaksi pasar keuangan yang normal, maka volatilitas nilai tukar relatif kecil atau relatif stabil.

Namun sebaliknya, nilai tukar mata uang akan menjadi sesuatu yang kompleks dan tidak sesuai kondisi ekonomi riil (terdistorsi) apabila terjadi penggorengan suatu mata uang lewat pembangunan opini-opini yang diarahkan untuk kepentingan para pelaku keuangan yang rakus untuk mendapatkan keuntungan abnormal maupun oleh elit-elit politik yang ingin menjatuhkan ataupun membangun citra negatif terhadap pemerintah.

Baca juga: Jangan Iri, Ini Deretan Orang yang Paling Berpeluang Lolos CPNS

Dasar opini yang dibangun oleh pihak-pihak yang bertujuan jahat sering terlalu dipaksakan. Sebagai contoh, pelemahan rupiah saat ini dikaitkan dengan kondisi ekonomi Argentina dan Turki yang sedang mengalami krisis dengan menekankan bahwa Indonesia akan mengalami nasib serupa.

Ini menandakan krisis kedua negara tersebut tidak berpengaruh terhadap Indonesia. Adanya opini-opini yang kurang mendasar seperti itu, dapat merugikan bangsa secara keseluruhan. Oleh karena itu, masyarakat diharapkan lebih bijak menyikapinya.

Sesungguhnya opini-opini tersebut tidak mampu memberikan efek yang berarti jika tidak direspons berlebihan oleh masyarakat.

"Apabila rumah terbakar, jangan ikut membakar rumah kita," terangnya.


Penulis :
Nani Suherni