
Pantau - Data inflasi AS yang menunjukkan angka lebih tinggi dari perkiraan membuat nilai tukar (kurs) rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) mati kutu pada Kamis (13/2/2025).
Berdasarkan data Bloomberg pada pukul 09.10 WIB di pasar spot exchange, rupiah turun 11 poin (0,07 persen) ke level Rp 16.387 per dolar AS. Pada perdagangan Rabu (12/2/2025), mata uang rupiah sempat ditutup menguat 7 poin berada di level Rp 16.376 per dolar AS.
Pada saat yang sama, indeks dolar terpantau hanya turun 0,07 poin menjadi 107,8. Begitu juga dengan imbal hasil obligasi AS 10 tahun yang turun 15 poin di level 4,61 persen.
Meski turun, dikutip dari Reuters, dolar Amerika Serikat (AS) masih bertahan di dekat level tertingginya dalam sepekan terhadap yen Jepang pada Kamis (13/2/2025) setelah data inflasi AS menunjukkan angka yang lebih tinggi dari perkiraan.
Baca juga: Powell Tak Ubah Prospek Suku Bunga AS Beri Napas Buatan bagi Rupiah
Sementara itu, euro menguat setelah muncul kabar bahwa Washington berencana memulai pembicaraan dengan Rusia untuk mengakhiri perang di Ukraina.
Presiden AS Donald Trump kembali memanaskan ketegangan perdagangan global dengan mengumumkan rencana penerapan tarif balasan terhadap negara-negara yang mengenakan bea masuk pada impor AS. Langkah ini memicu kekhawatiran akan perang dagang yang lebih luas dan potensi lonjakan inflasi AS.
Dolar AS melemah tipis 0,06 persen terhadap yen ke level 154,33, tidak jauh dari puncak 154,80 yang dicapai pada Rabu (12/2/2025) setelah imbal hasil obligasi AS naik merespons data inflasi yang tinggi. Data menunjukkan harga konsumen AS naik 0,5 persen pada Januari dibanding bulan sebelumnya, sementara indeks harga inti naik 0,4 persen. Kedua angka tersebut melampaui ekspektasi kenaikan sebesar 0,3 persen.
Secara tahunan, inflasi utama naik 3,0 persen dan inflasi inti meningkat 3,3 persen. Data ini memperkuat spekulasi bahwa The Fed akan mempertahankan suku bunga lebih lama.
Baca juga: Kekhawatiran Kebijakan Tarif AS Jadi Ancaman Serius bagi Rupiah
Saat ini, pasar memperkirakan pemangkasan suku bunga hanya sekitar 28 basis poin pada tahun ini, turun dari proyeksi sebelumnya sebesar 37 basis poin sebelum rilis data inflasi.
"The Fed kini memiliki justifikasi kuat untuk tetap menahan suku bunga dan mengamati dampak kebijakan pemerintah," ujar Tom Nakamura, ahli strategi mata uang dan kepala obligasi di AGF Investments.
Selain kebijakan tarif, faktor lain seperti kebijakan imigrasi, perpajakan, dan regulasi di AS juga berpotensi mempengaruhi arah ekonomi. Ketua The Fed Jerome Powell, dalam sidang kongres keduanya pekan ini, menegaskan bahwa bank sentral tidak terburu-buru untuk memangkas suku bunga.
Data Penting AS
Pasar tengah menantikan data penting AS lainnya, yaitu indeks harga produsen AS yang dirilis Kamis (13/2/2025) diharapkan memberikan petunjuk tentang seberapa tinggi indeks harga pengeluaran konsumsi pribadi (PCE), yang merupakan ukuran inflasi favorit The Fed, akan dirilis pada 28 Februari mendatang.
Baca juga: Rupiah Tenggelam dalam Perang Dagang yang Semakin Tegang
Di pasar mata uang, euro menguat 0,14 persen ke level 1,0398 dolar AS setelah Trump memerintahkan pejabat tinggi AS untuk memulai pembicaraan guna mengakhiri perang di Ukraina. Rubel Rusia pun melonjak ke level tertinggi dalam 4,5 bulan terhadap dolar AS. Poundsterling naik 0,09 persen ke level 1,2456 dolar AS.
Indeks dolar AS, yang mengukur kekuatan greenback terhadap yen, euro, dan mata uang utama lainnya, turun tipis 0,03 persen ke level 107,88 setelah sempat menyentuh level tertinggi dalam sepekan di 108,52 pada sesi sebelumnya.
"Fed yang kurang dovish cenderung mendukung dolar AS, tetapi fokus utama pasar dalam jangka pendek adalah kebijakan-kebijakan yang keluar dari Washington," tambah Nakamura.
Pasar masih berupaya mencerna dampak dari kebijakan tarif Trump. Pada Senin (10/2/2025), AS mengumumkan tarif 25 persen untuk semua impor baja dan aluminium, yang membuat mitra dagangnya berebut mencari solusi.
Baca juga: Solidnya Ketenagakerjaan AS Jadi Tekanan Negatif bagi Kurs Rupiah
Dolar Kanada relatif stabil, sementara peso Meksiko mengalami tekanan setelah AS menunda penerapan tarif 25 persen untuk barang-barang dari Meksiko dan Kanada hingga 4 Maret guna memberikan waktu negosiasi.
Pada pekan lalu, Trump juga menambahkan tarif 10 persen untuk barang-barang asal China, yang langsung dibalas oleh Beijing dengan kebijakan serupa. Di pasar Asia, yuan offshore diperdagangkan di level 7,3105 yuan per dolar AS, naik tipis 0,02 persen pada perdagangan awal sesi Asia.
- Penulis :
- Ahmad Munjin
- Editor :
- Ahmad Munjin