Pantau Flash
HOME  ⁄  Ekonomi

BI Teropong The Fed Tak Bakal Buru-Buru Pangkas Suku Bunga AS

Oleh Ahmad Munjin
SHARE   :

BI Teropong The Fed Tak Bakal Buru-Buru Pangkas Suku Bunga AS
Foto: Gubernur Bank Indonesia (BI) Perry Warjiyo dalam konferensi pers hasil Rapat Dewan Gubernur (RDG) BI Bulan Maret 2025 di Jakarta, Rabu (19/3/2025). (ANTARA/Rizka Khaerunnisa)

Pantau - Bank sentral Amerika Serikat (AS) atau The Fed diteropong tidak akan terburu-buru menurunkan suku bunga acuan (Fed Funds Rate atau FFR). Proyeksi Bank Indonesia (BI) pun terhadap pemangkasan FFR tidak berubah, yakni hanya satu kali pada 2025.

“Kami perkirakan Fed Funds Rate itu kemungkinan hanya sekali turun tahun ini. Dan juga sepertinya The Fed tidak akan buru-buru menurunkan Fed Funds Rate,” kata Gubernur BI Perry Warjiyo dalam konferensi pers hasil Rapat Dewan Gubernur (RDG) BI Bulan Maret 2025 di Jakarta, Rabu (19/3/2025).

Ketidakpastian global, Perry menyampaikan, tetap tinggi yang disertai dengan pengenaan tarif impor Amerika Serikat (AS) yang semakin meluas. Dengan perkembangan ini, Perry memperkirakan, pertumbuhan ekonomi global pada tahun ini sebesar 3,2 persen.

Pada mulanya, kebijakan tarif impor oleh Presiden AS Donald Trump diharapkan dapat mendorong pertumbuhan ekonomi di negaranya. Selain itu, Amerika Serikat juga menerapkan tax cut di dalam negeri.

Baca juga: Rupiah Makin Tak Berdaya setelah The Fed Tak Butuh Pangkas Suku Bunga

Akan tetapi, pasar justru melihat kebijakan tarif bisa berdampak negatif terhadap pertumbuhan ekonomi Paman Sam. Pelambatan laju pertumbuhan ekonomi Amerika Serikat ini dicermati oleh BI.

“Sehingga sekarang muncul ada diskusi atau pandangan pasar kemungkinan-kemungkinan risiko resesi di Amerika Serikat. Sementara dampaknya terhadap inflasi, yang sebelumnya tahun lalu itu laju penurunan inflasi di Amerika itu berjalan cepat, sekarang itu jadi terhambat,” papar Perry.

BI juga mencermati defisit fiskal Amerika Serikat yang kemungkinan hanya 6,4 persen dari perkiraan semula sebesar 7,7 persen pada tahun ini. Karena itu, kebutuhan menerbitkan obligasi tidak setinggi sebelumnya.

Ketidakpastian pasar keuangan global, Perry juga mengatakan, tetap tinggi. Imbal hasil (yield) US Treasury turun atau tidak setinggi dibandingkan sebelumnya. Begitu pula indeks mata uang dolar Amerika Serikat (AS) yang tidak sekuat sebelumnya.

Baca juga: Emas Melemah, Pasar Menanti Sinyal dari Risalah FOMC

Portofolio investasi global mulai terjadi pergeseran dengan perkembangan ini. Aliran modal global yang semula terkonsentrasi ke AS bergeser sebagian ke komoditas emas serta obligasi di negara maju dan negara berkembang.

Sementara portofolio investasi saham masih terkonsentrasi ke negara maju kecuali Amerika Serikat, dan belum masuk ke negara emerging market.

“Obligasi yang dimiliki oleh pemerintah maupun swasta sudah mulai ada pergeseran, mulai balik ke emerging market, meskipun sebagian, belum kuat. Tapi yang besar adalah pergeseran ke emas, investasi ke emas,” ungkap Perry.

Bank sentral, dengan situasi tersebut, masih mempercayai bahwa instrumen-instrumen aset keuangan Indonesia, terutama Surat Berharga Negara (SBN) dan Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI), secara fundamental tetap menarik di mata investor asing.

Baca juga: Ekspektasi Fed Tahan Suku Bunga Lebih Lama Bikin IHSG Tenggelam

“Karena pertumbuhan ekonomi kita tetap tinggi. Perkiraan kami (proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia) tetap (tidak berubah), pertumbuhan ekonomi adalah 4,7 persen sampai 5,2 persen (pada tahun ini),” ungkap Perry.

Asal tahu saja, Rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia pada 18-19 Maret 2025 memutuskan untuk mempertahankan BI-Rate sebesar 5,75 persen. Begitu juga dengan suku bunga deposit facility yang tetap sebesar 5,00 persen, dan suku bunga lending facility juga diputuskan untuk tetap sebesar 6,50 persen.

Penulis :
Ahmad Munjin