
Pantau - Kepastian pasokan dan pembangunan infrastruktur gas menjadi fokus utama dalam mendukung transisi energi dan program swasembada energi nasional di bawah pemerintahan Presiden Prabowo Subianto.
Direktur Pembinaan Program Migas Direktorat Jenderal Migas Kementerian ESDM, Mirza Mahendra, menekankan bahwa peningkatan kebutuhan gas domestik harus sejalan dengan pengembangan infrastruktur yang memadai.
"Pembangunan ini jelas membutuhkan investasi dari seluruh kalangan industri. Pemerintah Indonesia telah melakukan berbagai program pengembangan gas dalam negeri ditujukan untuk mendukung swasembada energi sebagaimana disampaikan Bapak Presiden", ungkapnya.
Proyek Infrastruktur Gas Digenjot di Berbagai Wilayah
Pemerintah tengah menggarap sejumlah proyek besar infrastruktur gas di berbagai daerah, seperti pembangunan pipa gas, pembangkit listrik tenaga gas (PLTG), floating storage regasification unit (FSRU), terminal gas, dan fasilitas lain guna menjawab permintaan energi nasional.
Direktur Utama PLN EPI, Rakhmad Dewanto, menjelaskan bahwa dalam Rencana Umum Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2025–2034, kebutuhan tambahan kapasitas listrik dari gas mencapai 10,3 gigawatt (GW).
Rencana tambahan kapasitas tersebut akan dibangun secara bertahap, yaitu:
- 2025: 0,4 GW
- 2026: 1,6 GW
- 2027: 3,8 GW
- 2028: 1,1 GW
- 2029: 2,4 GW
- 2030: 0,7 GW
- 2031–2033: masing-masing 0,1 GW
- 2034: 0,2 GW
"PLN EPI mengharapkan kepastian alokasi gas baik dari sumber domestik ataupun sumber lainnya. Selain itu kami juga mengharapkan dukungan dari Pemerintah dalam setiap proses pengembangan infrastruktur gas termasuk perizinan dan pendanaan", ujar Rakhmad.
Tantangan Infrastruktur dan Strategi Pemerintah
Kepala Divisi Komersialisasi Minyak dan Gas Bumi SKK Migas, Rayendra Sidik, menyatakan bahwa produksi gas nasional sejatinya cukup untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri, termasuk untuk pembangkit listrik.
Namun, sebagian besar produsen gas telah terikat kontrak jangka panjang dengan pembeli luar negeri.
Pemerintah mengandalkan strategi swap sembari menunggu pasokan dari cadangan gas baru.
"Tantangannya pusat demand dan produksi belum match (ketemu). Belum ada infrastruktur untuk membawa gas dari pusat produksi ke demand. Isu berikutnya adalah daya beli karena harus bawa dari ujung ke ujung itu butuh biaya kembali ke daya beli", ia mengungkapkan.
Advisor Indonesia Gas Society (IGS), Salis Aprilian, menilai bahwa perbaikan kebijakan diperlukan untuk menjamin pasokan gas jangka panjang.
Beberapa langkah kebijakan yang diusulkan antara lain implementasi kebijakan alokasi dan harga gas yang lebih prudent, penyesuaian pasokan dengan kondisi bawah permukaan dan fasilitas produksi, serta memastikan adanya konfirmasi pembeli domestik sebelum alokasi ekspor diberikan.
"Selain itu, bisa juga melalui percepatan onstream project supply, termasuk perbaikan fiscal terms and condition wilayah kerja migas eksisting maupun yang akan ditawarkan. Hal ini diharapkan dapat memastikan project supply dapat onstream sesuai rencana atau lebih cepat", jelas Salis.
- Penulis :
- Arian Mesa










