
Pantau - Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menegaskan nilai ideal dana mengendap pemerintah di Bank Indonesia (BI) tidak memiliki angka pasti, melainkan ditentukan oleh volatilitas kebutuhan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) setiap tahunnya.
Dana Mengendap Bergantung Kebutuhan Anggaran
Direktur Jenderal Perbendaharaan Kemenkeu, Astera Primanto Bhakti, menyatakan bahwa besaran dana yang disimpan pemerintah di BI sangat bergantung pada kondisi fiskal yang berjalan.
"Kalau ditanya berapa dana yang paling pas untuk disimpan pemerintah, ini tentunya sangat tergantung sekali dengan situasi dan kondisi," ungkap Astera dalam taklimat media di Jakarta, Jumat.
Ia menjelaskan, faktor utama yang menjadi acuan adalah kebutuhan belanja negara yang berfluktuasi tiap bulan.
Setelah kebutuhan tersebut dihitung, pemerintah akan mengambil rata-rata untuk menentukan jumlah bantalan atau buffer yang aman.
"Kita bisa lihat rata-ratanya, baru bisa kita tentukan yang aman kita harus punya buffer berapa triliun. Dari situ kita baru tahu uang yang paling pas untuk kita taruh di bank supaya tidak mengendap, tetapi juga kita tidak kekurangan uang pada saat dibutuhkan," ujarnya.
Astera menambahkan, kebutuhan dana bisa berubah dari tahun ke tahun.
Pada masa pandemi COVID-19, misalnya, pemerintah menyiapkan dana mengendap lebih besar untuk mengantisipasi pembayaran dalam jumlah besar.
"Karena kita harus bayar-bayar dalam jumlah besar, maka kami harus mengumpulkan duit, sehingga pada saat orang menagih, saya bisa bayar," katanya.
Fluktuasi SAL dan Kebijakan Menteri Keuangan
Data menunjukkan Saldo Anggaran Lebih (SAL) atau dana mengendap pemerintah di BI mengalami fluktuasi sejak 2019.
Pada 2019, SAL tercatat Rp212,6 triliun, lalu meningkat menjadi Rp388,1 triliun pada 2020.
Tahun 2021 turun menjadi Rp337,7 triliun, namun kembali naik pada 2022 menjadi Rp478,9 triliun.
Pada 2023, SAL tercatat Rp459,5 triliun dan pada 2024 sedikit menurun menjadi Rp457,5 triliun.
Menteri Keuangan sebelumnya, Sri Mulyani Indrawati, menekankan pentingnya menjaga saldo pada level memadai sebagai penyangga fiskal dalam menghadapi risiko dan ketidakpastian.
Sementara Menteri Keuangan saat ini, Purbaya Yudhi Sadewa, mengambil langkah berbeda dengan memanfaatkan sebagian SAL untuk mendukung perputaran ekonomi.
Purbaya menarik Rp200 triliun dari BI dan menempatkannya di lima bank anggota Himpunan Bank Milik Negara (Himbara).
Langkah tersebut ditargetkan dapat meningkatkan likuiditas, menurunkan cost of fund, mempercepat pertumbuhan kredit, serta memberi efek berganda (multiplier effect) terhadap konsumsi, investasi, dan pertumbuhan ekonomi nasional.
- Penulis :
- Shila Glorya