
Pantau.com - Perekonomian Indonesia pada 2020 bakal menghadapi sejumlah tantangan dengan prediksi pertumbuhan ekonomi berada di kisaran 5%. Maklum saja, pengaruh perang dagang antara Amerika Serikat (AS) dengan China bakal berlanjut.Chief Economist PT Bank CIMB Niaga Tbk (CIMB Niaga), Adrian Panggabean, memaparkan perang dagang antara Amerika Serikat (AS) dan China bakal berlanjut, ini mengakibatkan stagnannya pertumbuhan perekonomian dunia.Menurut Adrian, kendati perekonomian Indonesia tahun depan dibayangi sejumlah tantangan, para pelaku usaha diminta tetap optimistis. "Perekonomian tentu tak lepas dari tantangan, tapi tentu saja para pelaku pasar harus menatap ke depan dengan optimis. Manfaatkan setiap peluang terutama dalam kondisi market yang masih volatil," kata Adrian.
Baca juga: Jokowi: Ekonomi Indonesia Jangan Tertekan Perang Dagang
Ia pun memiliki tiga solusi agar ekonomi Indonesia bisa ke arah positif. Pertama, dalam jangka pendek, mengingat keterbatasan kebijakan moneter, pemerintah perlu mempertimbangkan pelebaran defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) mendekati 3%, dengan merumuskan secara detil kebijakan suplementer yang mampu mereduksi efek negatif dari pelebaran defisit. Kedua, dalam jangka pendek-menengah, pemerintah perlu agresif menaikkan kontribusi dividen Badan Usaha Milik Negara (BUMN) terhadap APBN melalui penurunan biaya yang signifikan dan peningkatan produktivitas yang optimal. Juga, perlu memanfaatkan potensi pembiayaan lewat mekanisme sekuritisasi aset pemerintah. Dan yang ketiga, pemerintah dan regulator perlu segera melakukan terobosan dalam meningkatkan mobilisasi tabungan dalam negeri lewat reformasi besar-besaran di industri dana pensiun dan social security."Selain itu, Pemerintah Daerah juga harus menaikkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) secara netral, untuk mengurangi ketergantungan daerah terhadap dana alokasi dari pusat," imbuh Adrian.Pada sisa tahun 2019, Adrian menilai kinerja perekonomian Indonesia diperkirakan masih akan mengalami perlambatan. Hal ini dipicu oleh pertumbuhan investasi dan konsumsi rumah tangga yang melambat pada kuartal ketiga.
Baca juga: Sri Mulyani: Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Bukan dari Utang
Menurutnya, tahun ini pelaku usaha menunda keputusan bisnis karena bayangan ketidakpastian, baik yang muncul dari sisi global maupun domestik. Sejalan dengan menurunnya permintaan dan adanya kendala likuiditas, pertumbuhan kredit juga berangsur melambat.Di sisi lain, pelemahan harga komoditas dan tingginya suku bunga pada paruh pertama tahun 2019, juga telah menyebabkan rumah tangga mengerem belanjanya. Pada kuartal ketiga tahun ini, dengan mengoreksi faktor musiman, laju pertumbuhan konsumsi rumah tangga antarkuartal bahkan telah mencapai angka terendah dalam 9 tahun terakhir. "Dengan memperhitungkan semua faktor dan prospek berlanjutnya perlambatan di kuartal keempat, perekonomian Indonesia nampaknya hanya akan bertumbuh maksimum 5% tahun 2019," papar Adrian.Sementara itu, kurs rupiah terus mengalami perbaikan. Setelah mendekati level Rp15.000 per dolar AS pada awal tahun, kini berangsur menguat ke arah Rp14.000 per dolar AS. Hal ini didukung oleh derasnya arus masuk investasi asing di pasar modal. "Geliat pasar Domestic Non-Deliverable Forward (DNDF) yang didorong oleh Bank Indonesia juga berkontribusi pada penguatan dan stabilitas kurs di kisaran Rp14.000 per dolar AS pada enam bulan terakhir,"pungkasnya.
- Penulis :
- Tatang Adhiwidharta