
Pantau.com - Selama pandemi COVID-19, hampir semua pabrik sepatu baik itu ekspor maupun domestik memilih menghentikan produksi akibat lesunya permintaan dalam maupun luar negeri. Bahkan, untuk permintaan ekspor dari brand-brand papan atas seperti Nike, Adidas dan lainnya telah berakhir kontraknya sejak Mei 2020.
Direktur Eksekutif Asosiasi Persepatuan Indonesia (Aprisindo), Firman Bakri, membeberkan nasib industri sepatu saat ini. Usai 5 bulan dihajar oleh COVID-19, sudah banyak pabrikan yang menjadi korban.
"Ada yang betul-betul stop produksi sekitar 18%. Mereka sangat kesulitan akhirnya nggak kuat juga," kata Firman seperti dinukil dari CNBC, Kamis (20/8/2020).
Baca juga: Pidato Presiden soal stimulus UMKM, Ini yang Perlu Diperhatikan
Data Aprisindo, dari anggota mereka yang merupakan produsen sepatu, sebanyak 120 produsen, artinya sekitar 20-an lebih yang tutup pabrik. Dampaknya sudah ada puluhan ribu pegawai yang terkena dampak. Apalagi, utilitas produksi pun sudah jauh dari kata normal.
"Jauh ya, sekarang utilitas (tingkat pemanfaatan kapasitas produksi) 32 persen. Jadi yang masih jalan masih banyak tapi volume mengecil. Banyak yang lakukan 3 hari kerja, 2 hari libur, masih banyak seperti itu," paparnya.
Di tengah kesulitan ini, Firman mengaku pelaku usaha butuh bantuan untuk lebih cepat pemulihan. Namun justru muncul sejumlah regulasi yang memberatkan. Adapun regulasi itu yakni Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 18 Tahun 2019 tentang Metode Pengujian, Tata Cara Pendaftaran, Pengawasan, Penghentian Kegiatan Perdagangan dan Penarikan Barang Terkait dengan Keamanan, Keselamatan, Kesehatan, dan Lingkungan Hidup (K3L).
"Beredarnya produk ada izin edar. Kalau di Kemenkes ada BPOM, Kementerian Perindustrian ada SNI. Ini Kemendag keluarkan Permendag, ada syarat standar mutu lagi, sebenarnya itu duplikasi pengaturan, karena bicara standar mutu juga Ketika dilihat lebih dalam lagi sangat memberatkan,"ujarnya.
Baca juga: Kemenperin Siap Membantu Industri Wujudkan Ekonomi Berkelanjutan
"Masalahnya peraturan-peraturan ini ada tumpang tindih dalam pengawasan, jadi sewaktu-waktu bisa aparat hukum, selama ini kita harap pembinaan," paparnya.
Industri alas kaki termasuk yang banyak terjadi PHK massal. Kasus PHK massal terungkap ke publik misalnya PT Shyang Yao Fun Kota Tangerang melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) massal sebanyak 2.500.
Produsen sepatu buyer Nike ini merelokasi pabrik ke Jawa Tengah. Setelah itu, ada PHK massal 4.985 pekerja PT Victory Chingluh Indonesia, selaku produsen buyer Nike dan Adidas.
- Penulis :
- Tatang Adhiwidharta