
Pantau - Tiananmen Square, yang terletak di pusat Beijing, China, adalah salah satu alun-alun terbesar dan paling terkenal di dunia. Alun-alun ini pertama kali dibangun pada 1651 dan mengalami perluasan besar-besaran pada tahun 1958, mencakup area seluas 100 hektar. Tiananmen Square tidak hanya menjadi pusat kehidupan politik di China, tetapi juga simbol sejarah yang menyimpan banyak cerita penting dari masa lalu negara tersebut.
Monumen dan Bangunan Bersejarah di Tiananmen Square
Alun-alun ini memiliki berbagai monumen dan bangunan penting. Salah satunya adalah Tiananmen, atau "Gerbang Perdamaian Surgawi", yang berdiri kokoh di sisi utara alun-alun dan dulunya merupakan pintu masuk utama ke Kota Terlarang yang bersejarah. Di pusat alun-alun terdapat Monumen Pahlawan Rakyat yang selesai dibangun pada 1958. Di sisi timur, terdapat Museum Nasional China, hasil penggabungan Museum Revolusi China dan Museum Sejarah China pada 2003, yang menampilkan sejarah panjang peradaban China.
Selain itu, Aula Peringatan Mao Zedong di selatan monumen, menjadi tempat peristirahatan terakhir Mao Zedong, pemimpin utama revolusi China. Tiananmen Square juga dihadapkan pada Aula Besar Rakyat, yang menjadi lokasi pertemuan tahunan Kongres Rakyat Nasional dan sering digunakan untuk acara besar negara.
Baca juga: 10 Situs Bersejarah Paling Kontroversial di Dunia
Tiananmen Square Sebagai Pusat Demonstrasi
Tiananmen Square juga dikenal sebagai tempat bersejarah bagi sejumlah gerakan protes besar di China. Dua peristiwa penting yang tercatat dalam sejarah adalah Gerakan Mei Keempat 1919 yang menuntut reformasi dan tragedi Tiananmen 1989 yang dikenal dengan tragedi berdarah yang menelan banyak korban. Insiden ini berawal dari aksi damai mahasiswa dan masyarakat yang menuntut reformasi politik dan kebebasan demokrasi.
Pada bulan Juni 1989, demonstrasi di Tiananmen Square meningkat pesat, dengan ribuan orang berkumpul di alun-alun untuk menuntut perubahan. Pemerintah China merespons protes ini dengan pengerahan pasukan militer, yang mengakibatkan pembantaian massal terhadap para pengunjuk rasa yang tidak bersenjata. Ribuan orang, baik demonstran maupun warga yang hanya menyaksikan, kehilangan nyawa dalam kejadian ini. Sejak saat itu, pemerintah China berusaha keras untuk menutupi peristiwa ini, bahkan melarang setiap pembicaraan atau pengingat mengenai tragedi tersebut.
Kontroversi dan Penyangkalan Pemerintah China
Pemerintah China hingga saat ini tidak pernah mengakui peristiwa Tiananmen sebagai pembantaian. Semua informasi tentang insiden ini dibatasi, dan setiap upaya untuk mengingat atau memperingatinya di dalam negeri dihalangi. Kebijakan ini terus dipertahankan, meskipun banyak pihak, baik di dalam maupun luar negeri, menuntut agar pemerintah China mengakui kejadian tersebut dan memberikan keadilan bagi para korban.
Baca juga: Albion Castle, Warisan Sejarah yang Tersembunyi di San Francisco
Chow Hang-tung, Pengacara yang Tidak Pernah Melupakan Tiananmen
Meskipun upaya pemerintah untuk melupakan peristiwa Tiananmen Square terus berlangsung, ada banyak individu yang tidak pernah berhenti memperjuangkan ingatan dan keadilan. Salah satunya adalah Chow Hang-tung, seorang pengacara hak asasi manusia yang aktif dalam mengorganisir acara peringatan damai setiap tahunnya. Chow telah lama memperjuangkan kebebasan berekspresi dan hak asasi manusia di Hong Kong, serta berupaya menjaga ingatan tentang tragedi Tiananmen Square.
Pada 2021, Chow Hang-tung dipenjara setelah dia mengajak orang-orang untuk menyalakan lilin di rumah sebagai bentuk peringatan atas tragedi Tiananmen. Tindakan ini menjadikannya simbol perjuangan bagi mereka yang menentang penindasan dan berjuang untuk kebebasan berbicara.
Tiananmen Square sebagai Simbol Sejarah
Tiananmen Square bukan hanya sebuah alun-alun besar di Beijing, tetapi juga simbol dari perjuangan rakyat China untuk mendapatkan kebebasan dan demokrasi. Tragedi Tiananmen pada 1989 meninggalkan luka mendalam dalam sejarah modern China, namun juga mempertegas pentingnya kebebasan berbicara dan hak asasi manusia. Meskipun ada upaya pemerintah untuk menghapus ingatan tentang peristiwa tersebut, banyak orang yang terus berjuang agar sejarah ini tidak dilupakan dan agar keadilan bagi para korban dapat tercapai.
- Penulis :
- Latisha Asharani










