
Pantau - DPR RI menegaskan bahwa Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU KPK) dan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP) tidak melanggar Undang-Undang Dasar 1945 (UUD 1945).
Terkait dengan kasus pidana koneksitas, DPR RI menekankan bahwa semua lembaga yang terlibat dalam penyidikan seharusnya bekerja sama secara sinergis sesuai dengan peran masing-masing, bukan saling merugikan.
Pernyataan ini disampaikan oleh Wakil Ketua Komisi III DPR, Habiburokhman, dalam sidang Pengujian Materiil UU KPK dan KUHAP di Ruang Sidang Mahkamah Konstitusi, Gambir, Jakarta Pusat, pada Selasa (20/2/2024). Jika terjadi perbedaan dalam penunjukan pengadilan, maka diperlukan musyawarah untuk menetapkan langkah selanjutnya.
"Hal ini tertuang dalam Pasal 89 Ayat 2 KUHAP yang menyatakan bahwa penentuan pengadilan untuk mengadili kasus pidana koneksitas memerlukan penelitian bersama oleh jaksa dan oditur militer berdasarkan hasil penyidikan," ungkap Habiburokhman.
Politisi dari Fraksi Partai Gerindra ini juga menjelaskan bahwa KPK memiliki kewenangan untuk mengkoordinasikan dan mengendalikan proses penegakan hukum terkait tindak pidana korupsi, termasuk kasus yang melibatkan anggota militer.
"Selain itu, telah terdapat MoU antara KPK dengan TNI terkait mekanisme bagi KPK jika pelakunya dari kalangan prajurit TNI aktif. Hal tersebut menunjukkan telah adanya komitmen antara KPK dengan TNI dalam penanganan tindak pidana korupsi,” pungkasnya.
Sidang tersebut adalah tanggapan DPR RI terhadap gugatan Perkara Nomor 87/PUU-XXI/2023 yang diajukan oleh Gugum Ridho Putra di Mahkamah Konstitusi. Pemohon menilai bahwa penanganan kasus pidana koneksitas di KPK cenderung lebih mengutamakan hukuman bagi pelaku dari kalangan sipil, sementara minim bagi pelaku dari kalangan militer.
Pemohon berpendapat bahwa hal ini terjadi karena ketidakjelasan dalam norma-norma yang mengatur proses penyidikan dan penuntutan kasus pidana koneksitas. Oleh karena itu, dalam petitumnya, Pemohon meminta Mahkamah Konstitusi untuk menyatakan bahwa UU KPK dan KUHAP bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak memiliki kekuatan hukum yang mengikat secara mutlak.
Pengertian pidana koneksitas, seperti yang diatur dalam Pasal 89 KUHAP, adalah tindak pidana yang dilakukan bersama oleh mereka yang tergolong dalam lingkungan peradilan umum dan militer, dan biasanya diperiksa dan diadili oleh pengadilan umum, kecuali ada ketentuan khusus dari Menteri Pertahanan dan Keamanan dengan persetujuan Menteri Kehakiman.
- Penulis :
- Aditya Andreas