
Pantau - Bareskrim Polri diminta terus melakukan proses hukum serta penertiban aktivitas pertambangan emas tanpa izin (PETI) yang menggunakan alat berat di Kabupaten Kepulauan Sangihe, Sulawesi Utara (Sulut). Sebab, aktivitas ilegal itu telah menimbulkan kegelisahan di kalangan masyarakat setempat.
"Mengingat dampak buruknya terhadap lingkungan dan minimnya tindakan penegakan hukum oleh aparat lokal," ujar Ketua DPP Inakor Rolly Wenas kepada wartawan, Sabtu (9/3/2024).
Menurut Rolly, aktivitas penambangan emas ilegal tersebut, diduga dikendalikan oleh pria inisial A. Petugas Direktorat Tindak Pidana Tertentu Bareskrim Polri sendiri, sudah menetapkan tiga orang sebagai tersangka beberapa waktu lalu.
"Masyarakat Sangihe, yang sudah lama merasa terganggu oleh aktivitas merusak ini, tampaknya akhirnya mendapatkan jawaban atas keluhan mereka," kata Rolly.
"Namun, kabar penangkapan ini hanya menyingkap lapisan awal dari masalah yang lebih dalam dan sistemik, yaitu dugaan keterlibatan oknum aparat penegak hukum dalam mendukung atau setidaknya mengabaikan praktik ilegal tersebut," sambungnya.
Penyelidikan kasus PETI di Sangihe, kata Rolly, menggarisbawahi tantangan yang dihadapi dalam penegakan hukum dan perlindungan lingkungan di Indonesia. Dalam konteks hukum, kasus ini menimbulkan pertanyaan penting tentang integritas dan akuntabilitas lembaga penegak hukum, yang seharusnya melindungi kepentingan publik dan lingkungan.
"Undang-Undang No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup memberikan dasar hukum yang kuat untuk menangani pelanggaran seperti PETI, namun implementasi dan penegakannya sering kali menemui hambatan, tidak terkecuali dugaan perlindungan oknum aparat kepada pelaku," kata dia.
Selain itu, kata Rolly kasus ini memperlihatkan pentingnya sinergi lintas lembaga dalam mengatasi masalah lingkungan dan legalitas. Koordinasi antara Bareskrim Polri, Polda Sulut, dan lembaga pemerintah lain seperti Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, tidak hanya esensial dalam penanganan kasus spesifik ini. Tapi juga dalam menciptakan sistem penegakan hukum yang lebih kuat dan responsif terhadap kejahatan lingkungan.
Pemberdayaan masyarakat dan partisipasi publik, menurutnya juga menjadi kunci. Keluhan masyarakat terhadap aktivitas PETI, menunjukkan bahwa masyarakat bisa dan harus menjadi mata dan telinga dalam pengawasan lingkungan, memberikan informasi vital kepada pihak berwajib untuk tindakan lebih lanjut.
Kata Rolly, transparansi dan akuntabilitas dalam proses penegakan hukum menjadi sangat penting. Dalam kasus seperti Sangihe, dimana dugaan keterlibatan oknum aparat menjadi perhatian, pembuktian tindakan hukum yang adil dan terbuka akan sangat berarti dalam membangun kembali kepercayaan publik.
"Sebagai langkah maju, intervensi Bareskrim Polri dalam kasus PETI alat berat di Sulawesi Utara bukan hanya tentang penegakan hukum semata. Ini adalah pernyataan tentang komitmen negara dalam melindungi lingkungan dan memastikan keadilan sosial bagi masyarakatnya. Keterlibatan aparat hukum yang serius dalam kasus ini memberi harapan baru terhadap upaya bersama melawan kejahatan lingkungan dan menjaga keberlanjutan alam Indonesia bagi generasi yang akan datang," tandasnya.
- Penulis :
- Rizki










