
Pantau - Tersangka operasi tangkap tangan (OTT) Gubernur Kalimantan Selatan (Kalsel) Sahbirin Noor atau Paman Birin masih belum ditangkap KPK. KPK ungkap alasan belum menangkap Sahbirin meskipun telah ditetapkan sebagai tersangka.
Direktur Penyidikan KPK Asep Guntur Rahayu mengatakan alasan mengapa KPK belum menangkap Gubernur Kalsel.
"Terkait dengan masalah belum ditangkap. Ya, jadi kita sampaikan bahwa proses operasi tangkap tangannya itu kita kan mengikuti jalannya uang nih, jalannya uang, dari awal ya," kata Asep, Selasa (8/10/2024).
"Sebagaimana konsep tertangkap tangan salah satunya adalah ketika ditemukannya barang bukti berada pada orang tersebut, jadi setelah kita identifikasi dari siapa orang tersebut itu yang kita sentuh terlebih dahulu, kita ambil terlebih dahulu," katanya.
Baca: KPK Buka Opsi Terbitkan DPO pada Gubernur Kalsel Sahbirin Noor
Baca juga: Gubernur Kalsel Sahbirin Noor Ditetapkan Sebagai Tersangka Kasus Suap
Asep menuturkan operasi tangkap tangan KPK harus sesuai bukti, dalam kasus tersebut KPK menemukan adanya aliran dana dan menerima pemberi serta penerima.
"Sebagaimana konsep tertangkap tangan salah satunya adalah ketika ditemukannya barang bukti berada pada orang tersebut, jadi setelah kita identifikasi dari siapa orang tersebut itu yang kita sentuh terlebih dahulu, kita ambil terlebih dahulu," tutur Asep.
Selanjutnya, KPK melakukan pemeriksaan intensif pada pihak=pihak yang tertangkap tangan dan melakukan gelar perkara untuk menentukan dugaan tindak pidana dan tersangka.
"Cuman ini yang dibawa itu karena memang aliran apa namanya uangnya perjalanan uangnya baru nyampe di sana gitu," ujar Asep.
Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron mengatakan setelah ditetapkan sebagai tersangka, Sahbirin akan dipanggil. Namun, jika tak kunjung hadir maka KPK akan melakukan langkah lain.
"Ya nanti kita akan lakukan prosedur pemanggilan, tidak hadir kita panggil kembali, maka tidak hadir lagi akan kita DPO kan. Hanya soal prosedur," kata Ghufron.
Gufron mengungkapkan KPK menyita total uang Rp13 miliar yang dalam kasus tersebut yang diduga untuk menyuap Sahbirin.
"Diduga bahwa 1 (satu) buah kardus coklat berisikan uang Rp 1 miliar merupakan fee 5% untuk SHB dari YUD bersama AND terkait pekerjaan yang mereka peroleh, yaitu Pembangunan Lapangan Sepakbola Kawasan Olahraga Terpadu, Pembangunan Kolam Renang Kawasan Olahraga Terpadu, dan Pembangunan Gedung Samsat," ungkap Ghufron.
Baca juga: Geledah Ruang Kerja Gubernur Kalsel Terkait OTT, KPK Bawa Satu Koper
Baca juga: KPK Amankan 6 Orang Terkait OTT di Kalsel
"Bahwa terhadap sejumlah uang lainnya yang ditemukan oleh Penyelidik KPK pada YUL, FEB dan AMD dengan total sekitar Rp12 miliar (Rp 12.113.160.000,00) dan USD 500,00 merupakan bagian dari fee 5% untuk SHB terkait pekerjaan lainnya di Dinas PUPR Prov Kalsel," sambungnya.
Gufron menjelaskan uang Rp1 miliar yang diduga bagian untuk Sahbirin dimasukkan dalam kardus coklat.
"Pada tanggal 3 Oktober 2024, didapatkan informasi YUD telah menyerahkan uang Rp1 miliar yang diletakkan di dalam kardus warna coklat kepada YUL atas perintah SOL, bertempat di salah satu tempat makan. Bahwa uang tersebut merupakan fee 5% untuk SHB," jelas Ghufron.
Untuk diketahui, penyidik KPK telah menetapkan tujuh orang sebagai tersangka dalam kasus dugaan suap pengadaan barang dan jasa terkait tiga proyek pembangunan di Provinsi Kalimantan Selatan.
Para tersangka tersebut adalah Gubernur Kalimantan Selatan Sahbirin Noor (SHB), Kadis PUPR Kalimantan Selatan Ahmad Solhan (SOL), Kabid Cipta Karya Dinas PUPR Kalimantan Selatan Yulianti Erlynah (YUL), Bendahara Rumah Tahfidz Darussalam Ahmad (AMD), dan Plt. Kabag Rumah Tangga Gubernur Kalimantan Selatan Agustya Febry Andrean (FEB).
Selain itu, masih ada dua tersangka lainnya yang berasal dari pihak swasta yakni Sugeng Wahyudi (YUD) dan Andi Susanto (AND).
Sedangkan proyek yang menjadi objek perkara tersebut adalah pembangunan lapangan sepak bola di Kawasan Olahraga Terintegrasi Provinsi Kalimantan Selatan senilai Rp23 miliar, pembangunan gedung Samsat Terpadu senilai Rp22 miliar, dan pembangunan kolam renang di Kawasan Olahraga Terintegrasi Provinsi Kalimantan Selatan dengan nilai Rp9 miliar.
Keenam orang yang berstatus sebagai penyelenggara negara tersebut dijerat dengan Pasal 12 huruf a atau b, Pasal 11, atau 12B Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Sedangkan dua pihak swasta tersebut dijerat dengan Pasal 5 ayat 1 huruf a atau b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
- Penulis :
- Fithrotul Uyun