HOME  ⁄  Hukum

Ketua STKIP Al-Maksum Divonis Satu Tahun Penjara dalam Kasus Korupsi PIP

Oleh Ahmad Ryansyah
SHARE   :

Ketua STKIP Al-Maksum Divonis Satu Tahun Penjara dalam Kasus Korupsi PIP
Foto: Terdakwa Sardi ketika mendengarkan putusan majelis hakim, di ruang sidang Cakra VI, Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Medan, Senin (9/12/2024). (ANTARA/Aris Rinaldi Nasution)

Pantau - Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri Medan menjatuhkan vonis satu tahun penjara kepada Muhammad Sadri (47), Ketua Sekolah Tinggi Keguruan dan Ilmu Pendidikan (STKIP) Al-Maksum Langkat, Sumatera Utara. Terdakwa dinyatakan bersalah dalam kasus korupsi Program Indonesia Pintar (PIP) yang merugikan negara sebesar Rp8,15 miliar.

"Menjatuhkan hukuman pidana satu tahun penjara kepada terdakwa Muhammad Sadri," ujar Ketua Majelis Hakim, Kasim, dalam persidangan di Medan pada Senin (9/12/2024).

Sadri terbukti melakukan pemotongan dana bantuan biaya hidup PIP mahasiswa pada periode 2020–2023. Perbuatannya melanggar Pasal 3 Jo Pasal 18 UU Nomor 31 Tahun 1999 yang diubah menjadi UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Baca Juga:
Harvey Moeis Dituntut 12 Tahun Penjara atas Dugaan Korupsi dan TPPU
 

Denda dan Uang Pengganti
Selain hukuman penjara, Sadri diwajibkan membayar denda Rp100 juta. Apabila denda tidak dibayarkan, akan diganti dengan pidana kurungan selama satu bulan.

Terkait kerugian negara sebesar Rp8,15 miliar, hakim menyebut Sadri telah menikmati Rp1,99 miliar. Namun, karena terdakwa telah mengembalikan Rp1,65 miliar kepada mahasiswa penerima bantuan, ia hanya diwajibkan membayar uang pengganti sebesar Rp249 juta.

"Jika terdakwa tidak membayar uang pengganti dalam waktu satu bulan setelah putusan berkekuatan hukum tetap, maka harta bendanya akan disita untuk dilelang. Jika harta tidak mencukupi, maka diganti dengan pidana kurungan selama enam bulan," ujar hakim.

Vonis Lebih Ringan dari Tuntutan Jaksa
Vonis hakim lebih ringan dibanding tuntutan jaksa yang meminta hukuman satu tahun enam bulan penjara. Jaksa juga menuntut denda Rp100 juta dengan subsider tiga bulan kurungan serta pembayaran uang pengganti Rp249 juta subsider sembilan bulan penjara.

Setelah putusan dibacakan, hakim memberikan waktu tujuh hari kepada terdakwa dan Jaksa Penuntut Umum (JPU) untuk menentukan apakah akan menerima putusan atau mengajukan banding.

Kasus ini menjadi salah satu bentuk perlawanan terhadap praktik korupsi di sektor pendidikan, yang seharusnya menjadi pondasi untuk mencetak generasi bangsa yang unggul.

Penulis :
Ahmad Ryansyah