HOME  ⁄  Hukum

Ironi Penegakan Hukum: Terpidana Korupsi Bebas Santap di Restoran

Oleh Muhammad Rodhi
SHARE   :

Ironi Penegakan Hukum: Terpidana Korupsi Bebas Santap di Restoran
Foto: Ilustrasi narapidana. Freepik

Pantau - Seharusnya mendekam di balik jeruji besi, tetapi nyatanya terpidana kasus korupsi Agus Hartono malah bebas menikmati hidangan di sebuah restoran di Semarang. Pemandangan tak biasa ini menjadi bukti betapa longgarnya sistem pengawasan di lembaga pemasyarakatan, khususnya bagi para koruptor kelas kakap.

Agus, yang divonis 10,5 tahun penjara atas kasus korupsi, semestinya menjalani hukumannya di Lapas Kelas 1 Semarang. Namun, kenyataan berkata lain. Ia terlihat santai makan bersama keluarganya di restoran, seolah-olah hukuman hanyalah formalitas di atas kertas.

Aksi 'jalan-jalan' Agus ini akhirnya terendus oleh aparat penegak hukum yang langsung melakukan penindakan. Kejadian ini memunculkan banyak pertanyaan: Sejak kapan narapidana korupsi mendapat hak istimewa untuk keluar dari penjara dan bersantap di luar?

Baca juga: Komisi XIII DPR Bakal Awasi Pemberian Amnesti 44.000 Narapidana

Kepala Lapas Semarang, Mardi Santoso, tidak membantah kejadian ini. Ia mengungkapkan bahwa pihaknya telah mengambil tindakan terhadap Agus.

"Terhadap narapidana berinisial AH yang melanggar peraturan, di era sebelum saya bertugas di sini, sudah diambil tindakan berupa dipindahkan ke Lapas Super Maximum Security Nusakambangan," kata Mardi dalam keterangannya pada Sabtu (8/2/2025).

Pemindahan Agus ke Lapas Super Maximum Security Nusakambangan mungkin bisa disebut sebagai tindakan tegas, tetapi insiden ini telah mengungkap celah besar dalam sistem pemasyarakatan. Bagaimana bisa seorang terpidana korupsi dengan vonis berat bebas melenggang keluar lapas? Apakah ada oknum yang bermain?

Yang lebih mencengangkan, kejadian ini bukanlah kasus pertama. Berkali-kali publik dibuat geram dengan praktik perlakuan istimewa bagi para narapidana kelas atas. Dari sel mewah hingga izin keluar seenaknya, penegakan hukum bagi koruptor tampaknya masih jauh dari kata adil.

Kini, selain Agus Hartono yang sudah dipindahkan, para petugas yang diduga terlibat dalam 'liburan singkat' napi ini juga menghadapi ancaman sanksi. Namun, apakah sanksi ini akan cukup untuk menutup celah dalam sistem pemasyarakatan, atau hanya sebatas formalitas demi meredam amarah publik?

Penulis :
Muhammad Rodhi