
Pantau - Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Setyo Budiyanto, mengungkap bahwa sejumlah anggota DPRD Ogan Komering Ulu (OKU), Sumatera Selatan, menagih fee proyek kepada Kepala Dinas PUPR OKU, Nopriansyah (NOP). Fee tersebut dijanjikan cair sebelum Hari Raya Idul Fitri.
Tiga anggota DPRD yang menagih fee itu adalah Ferlan Juliansyah (FJ), M Fahrudin (MFR), dan Umi Hartati (UH). FJ merupakan anggota Komisi III DPRD OKU, sementara MFR menjabat sebagai Ketua Komisi III, dan UH sebagai Ketua Komisi II.
"Fee tersebut dijanjikan oleh saudara N (Kadis PUPR) akan diberikan sebelum Lebaran melalui pencairan uang muka sembilan proyek yang telah direncanakan," kata Setyo, dilansir Antara, Senin (17/3/2025).
Baca: KPK Sebut OTT di OKU Sumsel terkait Suap Proyek PUPR, Uang Rp2,6 M Disita
Sembilan proyek tersebut merupakan bagian dari pokok-pokok pikiran (pokir) DPRD dalam pengadaan barang dan jasa yang telah disetujui oleh pemerintah daerah. Proyek yang dimaksud mencakup rehabilitasi rumah dinas bupati dan wakil bupati, renovasi kantor Dinas PUPR OKU, perbaikan jalan, serta pembangunan jembatan.
Selain tiga anggota DPRD dan Kadis PUPR, KPK juga menetapkan dua tersangka dari pihak swasta, yaitu M Fauzi (MFZ) alias Pablo dan Ahmad Sugeng Santoso (ASS).
Menurut Setyo, MFZ menyerahkan uang sebesar Rp2,2 miliar kepada Nopriansyah sebagai bagian dari komitmen fee proyek. Uang tersebut kemudian dititipkan kepada seorang pegawai negeri sipil (PNS) berinisial A. Dana tersebut berasal dari uang muka pencairan proyek.
Selain itu, pada awal Maret 2025, ASS juga menyerahkan dana sebesar Rp1,5 miliar kepada Nopriansyah.
Saat melakukan penggeledahan di rumah Nopriansyah dan A, tim penyelidik KPK berhasil menemukan dan mengamankan uang senilai Rp2,6 miliar yang merupakan fee untuk anggota DPRD yang diberikan oleh MFZ dan ASS.
Baca juga: 8 Orang Terjaring OTT KPK di OKU Sumsel: Kadis PUPR hingga Anggota DPRD
Atas perbuatannya, NOP, FJ, UH, dan MFR dijerat dengan Pasal 12 a, Pasal 12 b, Pasal 12 f, dan Pasal 12 B dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001, serta Pasal 55 Ayat 1 ke-1 KUHP.
Sementara itu, MFZ dan ASS dijerat dengan Pasal 5 Ayat 1 a, atau Pasal 5 Ayat 1 b dalam Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001.
- Penulis :
- Fithrotul Uyun