
Pantau - Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) RI mengungkap beberapa temuan terkait dugaan kekerasan seksual yang dilakukan oleh mantan Kapolres Ngada, AKBP Fajar Lukman Widyadharma Sumaatmaja.
Modus Operandi dan Kronologi Kejadian
Koordinator Subkomisi Penegakan HAM Komnas HAM, Uli Parulian Sihombing, mengungkap bahwa AKBP Fajar pertama kali bertemu dengan tersangka F melalui perantara berinisial VK.
VK diduga beberapa kali menyediakan jasa layanan kencan untuk Fajar di Kota Kupang, Nusa Tenggara Timur (NTT).
Pada awal Juni 2024, Fajar meminta F untuk membawa seorang anak perempuan berusia balita dengan alasan ingin bermain dan mengasuhnya.
Permintaan tersebut disanggupi oleh F, dan mereka membuat janji bertemu di sebuah hotel di Kupang.
Pada 11 Juni 2024, Fajar memesan dua kamar hotel, dengan kamar terbaik seharga Rp1,5 juta per malam untuk dirinya.
Di hari yang sama, F mengajak korban anak berusia 5 tahun bermain di pusat perbelanjaan sebelum akhirnya membawa korban ke kamar hotel yang telah dipesan.
F meminta Fajar agar tidak melakukan tindakan berlebihan kepada korban karena masih terlalu kecil.
Namun, setelah F meninggalkan korban berdua dengan Fajar, diduga kuat tindak pidana kekerasan seksual terjadi.
Wakil Ketua Bidang Internal Komnas HAM, Pramono Ubaid Tanthowi, menegaskan bahwa kekerasan seksual dan eksploitasi terjadi saat korban ditinggalkan sendirian dengan Fajar.
Selain korban balita, terdapat dua korban lainnya, yakni anak berusia 13 tahun dan 16 tahun, yang merupakan saudara sepupu.
Korban 16 tahun memperkenalkan Fajar kepada korban 13 tahun, yang baru tiba di Kupang dan tinggal bersamanya di indekos.
Kedua korban berasal dari keluarga dengan kondisi ekonomi kurang beruntung dan tidak harmonis.
Korban 13 tahun melarikan diri dari rumah akibat kekerasan yang sering dialaminya dari sang ayah.
Kekerasan seksual terhadap kedua korban ini juga terjadi di sebuah hotel di Kupang.
Rekomendasi Komnas HAM
Komnas HAM memberikan sejumlah rekomendasi terkait kasus ini:
Polri diminta untuk menjalankan proses hukum secara profesional, transparan, akuntabel, dan berkeadilan bagi korban serta mengungkap peran VK sebagai perantara jasa layanan kencan.
Gubernur NTT Melki Laka Lena dan Wali Kota Kupang Christian Widodo direkomendasikan untuk memberikan perlindungan komprehensif kepada korban anak, termasuk penyediaan rumah aman atau tempat rujukan yang memperhatikan keamanan dan masa depan korban.
Kementerian Komunikasi dan Digital (Kemenkomdigi) diminta melakukan evaluasi dan pengawasan terhadap penggunaan media sosial oleh anak-anak serta melaporkannya secara terbuka kepada masyarakat.
- Penulis :
- Pantau Community