
Pantau - Menteri Luar Negeri (Menlu) Amerika Serikat (AS), Antony Blinken, pada Kamis (19/12/2024), mengumumkan bantuan kemanusiaan tambahan sebesar $200 juta (sekitar Rp3,2 triliun) untuk Sudan. Konflik yang berlangsung di negara itu telah menewaskan puluhan ribu orang dan menciptakan krisis pengungsian terbesar di dunia.
Dalam pertemuan Dewan Keamanan PBB yang membahas Sudan, Blinken menyatakan dana ini akan digunakan untuk menyediakan makanan, tempat tinggal, dan layanan kesehatan bagi masyarakat Sudan. Ia menekankan pentingnya distribusi bantuan yang aman dan cepat.
“Kami akan menggunakan setiap alat yang tersedia, termasuk sanksi tambahan, untuk mencegah pelanggaran di Sudan dan meminta pertanggungjawaban para pelaku,” ujar Blinken, seraya menyerukan negara-negara lain untuk menerapkan langkah serupa terhadap pihak-pihak yang memperburuk konflik, melansir Reuters, Jumat (20/12/2024).
PBB melaporkan bahwa hampir 25 juta orang—setengah dari populasi Sudan—membutuhkan bantuan. Kelaparan telah melanda kamp-kamp pengungsian, sementara sekitar 11 juta orang telah meninggalkan rumah mereka, termasuk hampir 3 juta yang melarikan diri ke negara lain.
Konflik ini dimulai pada April 2023, dipicu oleh perebutan kekuasaan antara Angkatan Bersenjata Sudan dan kelompok paramiliter Rapid Support Forces (RSF), menjelang rencana transisi menuju pemerintahan sipil.
Edem Wosornu, pejabat senior PBB untuk bantuan kemanusiaan, menyebut dampak konflik sebagai "beban kemanusiaan yang mengerikan."
Baca juga:
- Konflik Sudan Memanas, Puluhan Tewas dalam Serangan Sengit
- RSF Sudan Serang Khartoum, 9 Tewas dan 35 Terluka
“Pertempuran sengit di area padat penduduk terus meningkat, dengan pengabaian nyata terhadap hukum humaniter internasional. Jutaan orang terancam kelaparan di tengah krisis kelaparan terbesar dunia. Kekerasan seksual merajalela,” ungkap Wosornu di hadapan Dewan Keamanan.
Konflik ini juga memicu gelombang kekerasan berbasis etnis yang sebagian besar ditudingkan kepada RSF. Meskipun RSF membantah keterlibatan langsung, laporan dari PBB pada Oktober 2024 menyebutkan pasukan RSF dan sekutunya telah melakukan pelecehan seksual dalam skala "mengejutkan," termasuk pemerkosaan massal dan penculikan perempuan sebagai budak seks. Korban dilaporkan berusia antara 8 hingga 75 tahun.
Salah satu cerita memilukan disampaikan Shayna Lewis, seorang pakar Sudan dari organisasi nirlaba PAEMA. Ia menceritakan kisah seorang wanita muda dari Darfur yang diperkosa sekelompok anggota RSF di rumah keluarganya.
“Ketika ayahnya mencoba menyelamatkannya, RSF menembaknya mati karena berani melawan,” beber Lewis.
RSF sebelumnya mengklaim akan menyelidiki tuduhan tersebut dan menghukum para pelaku. Namun, pelanggaran terus terjadi, memicu desakan komunitas internasional untuk segera bertindak.
Dengan dampak yang terus meluas, komunitas internasional diharapkan memberikan perhatian dan tindakan yang lebih signifikan untuk meredakan penderitaan rakyat Sudan.
- Penulis :
- Khalied Malvino
- Editor :
- Khalied Malvino