
Pantau - Bangladesh memulai kembali perdagangan langsung dengan Pakistan setelah 53 tahun melalui pengiriman 50 ribu ton beras yang berangkat dari Pelabuhan Qasim melalui kesepakatan antarpemerintah.
Baca juga:
Mahasiswa Pengguling PM Bangladesh Dirikan Partai Baru
Terobosan relasi dagang ini terjadi setelah hubungan diplomatik kedua negara memulih sejak pemerintahan interim Bangladesh dipimpin peraih Nobel, Muhammad Yunus yang mengambil alih kekuasaan pasca unjuk rasa yang menggulingkan mantan Perdana Menteri (PM) Sheikh Hasina.
Bangladesh, yang dulu dikenal sebagai Pakistan Timur, meraih kemerdekaan setelah perang selama sembilan bulan pada 1971. Konflik tersebut memutus hubungan diplomatik dan perdagangan antara kedua negara selama lebih dari lima dekade.
Kesepakatan baru yang diselesaikan awal Februari 2025 memungkinkan Bangladesh membeli beras putih dari Pakistan seharga US$499 (setara Rp8,11 juta) per ton melalui Trading Corporation of Pakistan. Pengiriman akan dilakukan dalam dua tahap, dengan 25 ribu ton berikutnya dijadwalkan tiba pada awal Maret 2025.
Harga beras dari Pakistan lebih tinggi dibandingkan beras Vietnam yang diimpor Bangladesh dengan harga US$474,25 (sekitar Rp7,71 juta) per ton. Kendati demikian, pemerintah Bangladesh tetap mengambil langkah ini sebagai bagian dari upaya membuka kembali jalur perdagangan historis.
Baca juga:
Bom di Pakistan Hantam Truk Penambang, 11 Orang Tewas
Pemerintah Bangladesh saat ini berjuang menstabilkan pasar beras setelah harga naik 15-20 persen dalam beberapa bulan terakhir, dengan beras kualitas menengah dijual sekitar 80 taka (setara Rp10.716 ) per kilogram.
Untuk mengendalikan harga beras, pemerintah Bangladesh meningkatkan impor beras dari pasar internasional, termasuk melalui tender, dan telah menghapus bea impor. Langkah-langkah ini diharapkan dapat memperkuat pasokan beras dalam negeri dan menurunkan tekanan harga pangan.
Pembukaan kembali jalur perdagangan ini menandai babak baru dalam hubungan ekonomi kedua negara dan berpotensi memperluas ke sektor-sektor lain di masa depan. REUTERS
- Penulis :
- Khalied Malvino