
Pantau - Presiden Donald Trump mengirim surat kepada Pemimpin Tertinggi Iran, Ali Khamenei, untuk menawarkan kesepakatan baru guna membatasi program nuklir Teheran. Langkah ini bertujuan menggantikan perjanjian nuklir 2015 yang ditinggalkan AS pada masa kepemimpinannya sebelumnya.
Media pemerintah Iran segera menyoroti pengakuan Trump dalam wawancara dengan Fox Business yang disiarkan Jumat (8/3). Namun, kantor Khamenei belum mengonfirmasi penerimaan surat tersebut.
Masih belum jelas bagaimana Khamenei, yang berusia 85 tahun, akan merespons surat ini. Sebelumnya, mantan Presiden Barack Obama juga mengirim surat rahasia sebelum negosiasi yang menghasilkan kesepakatan nuklir 2015.
Dalam pernyataan di Gedung Putih, Trump tidak secara langsung menyebut surat tersebut. Namun, ia mengisyaratkan kemungkinan adanya perubahan signifikan dalam hubungan AS-Iran dalam waktu dekat.
“Saya berharap ada kesepakatan damai,” kata Trump. “Saya tidak berbicara dari posisi kekuatan atau kelemahan, tetapi kesepakatan damai lebih baik daripada alternatif lainnya.”
Baca juga: Media: Sekutu Trump Jalin Komunikasi dengan Oposisi Ukraina
Trump menegaskan bahwa jika diplomasi gagal, intervensi militer tetap menjadi opsi. Pernyataannya sejalan dengan sikap AS dan Israel yang menolak Iran memiliki senjata nuklir.
Dalam wawancara dengan Fox News, Trump menyatakan, “Saya menulis surat kepada mereka, berharap ada negosiasi. Jika tidak, opsi militer bisa terjadi, dan itu akan menjadi bencana.”
Perserikatan Bangsa-Bangsa menyambut baik upaya diplomasi Trump. Juru bicara PBB, Stephane Dujarric, menegaskan bahwa diplomasi adalah cara terbaik untuk memastikan program nuklir Iran tetap damai.
Pemerintah AS mengonfirmasi bahwa surat tersebut bertujuan untuk membuka kembali negosiasi nuklir. Trump menekankan bahwa waktu untuk mencapai kesepakatan semakin mendesak.
“Saya lebih memilih negosiasi. Jika tidak, kita harus bertindak karena Iran tidak bisa memiliki senjata nuklir,” tegasnya.
Trump tidak mengungkapkan isi spesifik suratnya, mengingat sebelumnya ia juga menggunakan diplomasi surat dalam upayanya menjalin hubungan dengan pemimpin Korea Utara, Kim Jong-un.
Iran bersikeras bahwa program nuklirnya hanya untuk tujuan damai. Namun, ketegangan dengan AS meningkat akibat sanksi ekonomi serta konflik dengan Israel di Gaza.
Baca juga: Donald Trump Tebar Ancaman Bubarkan Hamas
Badan intelijen AS menilai Iran belum memulai program senjata nuklir, tetapi terus meningkatkan kapasitas untuk memproduksi perangkat nuklir jika diinginkan.
Sejak kembali menjabat, Trump menegaskan bahwa Iran harus dicegah memiliki senjata nuklir. Laporan Badan Energi Atom Internasional (IAEA) menunjukkan Iran telah mempercepat produksi uranium berkadar tinggi.
Selama periode pertama kepemimpinannya, Trump menarik AS dari perjanjian nuklir Iran pada 2018 dan memberlakukan kembali sanksi berat. Iran membalas dengan serangan di laut serta menyerang fasilitas minyak Arab Saudi.
Ketegangan semakin meningkat setelah Trump memerintahkan pembunuhan Jenderal Qassem Soleimani dalam serangan drone di Baghdad pada 2020.
Dalam perjanjian 2015, Iran hanya diizinkan memperkaya uranium hingga 3,67 persen dengan batas stok 300 kilogram. Namun, laporan IAEA terbaru menunjukkan Iran memiliki lebih dari 8.200 kilogram uranium, dengan sebagian diperkaya hingga 60 persen.
Peningkatan produksi uranium ini menambah tekanan pada Trump, yang di satu sisi membuka peluang negosiasi, tetapi juga memperketat sanksi terhadap ekspor minyak Iran.
Baca juga: Trump Bentak Zelenskyy dan Batalkan Kesepakatan Mineral di Gedung Putih
Khamenei sebelumnya membuka peluang pembicaraan dengan AS, tetapi kemudian mengubah sikapnya, menyebut negosiasi dengan Washington tidak bijaksana. Presiden Iran yang baru, Masoud Pezeshkian, mengikuti arahan Khamenei.
Masih belum jelas apakah Khamenei akan menanggapi surat Trump. Pada 2019, ia menolak surat yang disampaikan oleh Perdana Menteri Jepang, Shinzo Abe, dengan alasan Trump tidak layak menerima respons.
Sementara itu, Iran menghadapi tekanan ekonomi besar dengan nilai mata uang yang merosot dan meningkatnya ketidakstabilan dalam negeri. Aksi protes perempuan terhadap aturan hijab masih berlangsung sejak kematian Mahsa Amini pada 2022.
Di tengah perang Israel-Hamas, Iran dan Israel juga saling menyerang secara langsung. Israel bahkan mempertimbangkan serangan terhadap fasilitas nuklir Iran.
Jumat malam, Misi Iran di PBB membantah telah menerima surat dari Trump, seperti dilaporkan oleh media Iran, IRNA.
- Penulis :
- Latisha Asharani