
Pantau - Sekitar 80.000 warga desa di Kamboja terpaksa mengungsi akibat bentrokan bersenjata antara tentara Kamboja dan Thailand di wilayah perbatasan yang masih disengketakan, menurut pernyataan resmi dari Kementerian Pertahanan Kamboja.
Konflik Memasuki Hari Keempat, Korban dan Pengungsi Terus Bertambah
Bentrokan bersenjata yang pecah pada Kamis, 24 Juli 2025, kini telah memasuki hari keempat dan berdampak langsung terhadap ribuan warga sipil di daerah perbatasan.
Letnan Jenderal Maly Socheata, wakil sekretaris negara sekaligus juru bicara Kementerian Pertahanan Kamboja, menyatakan bahwa jumlah pengungsi telah mencapai 25.000 keluarga atau setara dengan 80.000 orang.
"Jumlah pengungsi di tiga provinsi, yakni Preah Vihear, Oddar Meanchey, dan Pursat, telah bertambah menjadi 25.000 keluarga dengan total hingga 80.000 orang", ungkapnya.
Akibat konflik ini, sebanyak 536 sekolah harus ditutup sementara, yang berdampak pada sekitar 130.000 siswa.
Lebih dari 30 orang dari kedua pihak dilaporkan tewas sejak pecahnya konflik, dan evakuasi besar-besaran terus dilakukan.
Data dari kedua negara menunjukkan bahwa lebih dari 100.000 orang telah dipindahkan ke wilayah yang dianggap aman.
Saling Tuduh Picu Eskalasi Ketegangan
Kamboja dan Thailand saling menuduh satu sama lain sebagai pihak yang pertama melanggar hukum internasional dan memulai tembakan di area perbatasan yang belum memiliki kejelasan status hukum.
Situasi ini memperburuk ketegangan antara kedua negara dan meningkatkan risiko krisis kemanusiaan di kawasan tersebut jika tidak segera ditangani secara diplomatik.
- Penulis :
- Ahmad Yusuf